TajukNasional Politikus PDIP, Mohamad Guntur Romli, menilai gagasan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), mengenai Partai Super Tbk merupakan bentuk kritik terhadap struktur kepemimpinan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Menurut Guntur, kekuasaan tertinggi PSI tidak berada di tangan Ketua Umum Kaesang Pangarep, melainkan Dewan Pembina.
“Ide Jokowi soal Partai Super Tbk adalah kritik pada otoritarianisme Dewan Pembina PSI yang kekuasaannya di atas jabatan Ketua Umum Kaesang Pangarep,” ujar Guntur Romli, Jumat (7/3).
Ia menjelaskan, dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PSI, Dewan Pembina memiliki otoritas tertinggi dalam pengambilan keputusan partai.
Romli menegaskan bahwa pemegang kekuasaan tertinggi di PSI adalah Ketua Dewan Pembina, Jeffrie Geovanie, bukan Kaesang Pangarep.
“Dewan Pembina PSI diketuai oleh Jeffrie Geovanie dan sekretarisnya Raja Juli Antoni. Artinya, dua orang inilah pemegang kekuasaan mutlak di PSI,” lanjutnya.
Romli juga mengungkapkan bahwa AD/ART PSI memberikan wewenang kepada Dewan Pembina untuk membatalkan kebijakan partai hingga mengganti Ketua Umum PSI sewaktu-waktu.
“Pasal 13 Ayat (3) menyebutkan bahwa Dewan Pembina berwenang mengesahkan dan memberhentikan Dewan Pimpinan Pusat, termasuk Ketua Umum,” jelasnya.
Menurut Romli, hal ini bertolak belakang dengan konsep Partai Super Tbk yang diusung Jokowi, yang menekankan transparansi dan keterbukaan.
Sebelumnya, rencana pembentukan Partai Super Tbk mencuat setelah Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (Projo), Budi Arie Setiadi, bertemu dengan Jokowi pada 19 Februari 2025.
Saat dikonfirmasi, Budi Arie menyebut partai ini mengusung konsep partai dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Beberapa pekan kemudian, Jokowi menyatakan bahwa gagasan Partai Super Tbk telah diakomodasi oleh PSI.
Ia menyebut bahwa sistem partai terbuka ini diharapkan dapat diterapkan oleh partai politik lainnya guna menciptakan sistem politik yang lebih modern dan demokratis.