Kamis, 21 November, 2024

Hinca Panjaitan Serahkan Dokumen Penting ke Kejati Riau terkait Dugaan Korupsi Proyek Geomembran

TajukNasional Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, menegaskan kembali komitmennya dalam mengungkap kasus dugaan korupsi di PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Terbaru, Hinca menyerahkan sejumlah dokumen penting kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.

Mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat itu menyerahkan dokumen setebal 400 halaman kepada penyidik. Hinca berharap PT PHR segera mengungkap kasus tersebut. “Sudah saya serahkan lewat penyidik, hampir 400 halaman. Ini untuk memudahkan penyidik. Dengan memberikan dokumen yang cukup kepada mereka (Kejati), harusnya (penanganan kasus) ini bisa lebih cepat. Biar ini pembuka kotak pandoranya, serius enggak kejaksaan ini untuk membongkar kasus ini,” bebernya, Sabtu (20/7).

Hinca melaporkan dugaan korupsi proyek geomembran di PT PHR wilayah kerja Blok Rokan yang bernilai ratusan miliar. Proyek tersebut bertujuan mengatasi limbah B3 dari hasil pengeboran minyak. Ada empat nama yang dilaporkan Hinca, yaitu Edi Susanto, Ivan Zainuri, Fatahillah, dan Romi Saputra, serta beberapa nama lainnya. “Yang paling bertanggung jawab itu Irvan Zainuri dan Edi Susanto,” ucapnya.

Salah satu isu yang dilaporkan Hinca adalah dugaan kecurangan, manipulasi, dan pemalsuan beberapa kebijakan serta tindakan PHR yang dianggap tidak profesional dalam proses tender pengadaan geomembran. Material tersebut sangat penting untuk menjaga lingkungan di sekitar proyek. “Nilai proyek Rp 50-75 triliun, untuk plastiknya (geomembran) Rp 209 miliar. Kalau ini dikelola dan berdampak buruk, enggak jadi ini dibor. Kalau tak jadi dibor, target Presiden Jokowi 1 juta barel per hari sampai hari ini belum tercapai,” ungkapnya.

Hinca menjelaskan, plastik geomembran yang digunakan untuk proyek tersebut seharusnya diuji kelayakannya oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Menurutnya, BRIN memiliki kewenangan untuk memberikan sertifikasi terhadap plastik yang akan digunakan dalam proyek geomembran tersebut. “Apa yang terjadi, surat dari BRIN dipalsukan. Jadi seolah-olah ada (pengesahan) dari BRIN. Dilakukan pembayaran dan kemudian ketemu ada masalah dan akhirnya dihentikan. Kerugian baru Rp 16 miliar dari Rp 209 miliar. Saya minta BRIN proaktif melaporkan karena lembaga ini harus kita jaga. Jelaskan secara benar apa saja yang salah agar ini cepat selesai,” tuturnya.

Hinca juga meminta agar seluruh pegawai kejaksaan yang menduduki posisi strategis di BUMN harus segera ditarik. Alasannya, akan terjadi perselingkuhan penegakan hukum karena jaksa tidak bisa menjadi pengacara negara untuk BUMN. Apalagi, BUMN merupakan entitas swasta yang uang atau modalnya dipisahkan. “Agar instansi kejaksaan kembali pada rohnya sebagai seorang penuntut mewakili negara bukan penurut. Dia menjadi penurut kalau sudah menjadi tim legalnya di sana karena menjadi bagian, hilanglah fungsi penuntutan itu. MoU antara kejaksaan dan BUMN khususnya Pertamina dan seluruh subholdingnya seperti PHR tampaknya dijadikan sebagai tameng bagi individu-individu yang terlibat dalam tindakan melawan hukum,” urainya.

“Pikiran yang saya sampaikan ini sangat serius untuk perbaikan ke depan. Saya sudah sampaikan kepada Kejati Riau. Hari ini saya kasih dokumennya biar lebih cepat kerja. Saya minta yang diperiksa bukan hanya bawah, termasuk dirut paling atas dari Pertamina. Saya berharap teman-teman Kejaksaan Agung masuklah ke wilayah ini untuk menyehatkan sumber daya alam kita seperti yang dilakukannya di Babel,” pungkasnya.

Sebelumnya, Hinca Panjaitan membuat laporan ke Kejati Riau terkait dugaan korupsi dan manipulasi tender proyek geomembran di PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Rabu (26/6/2024). Dia mengaku, dalam proyek tersebut ditemukan dugaan pemalsuan dokumen dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini