TajukPolitik – Keputusan pemerintah untuk memotong gaji pegawai negeri dan swasta sebesar 3 persen untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai berbagai protes dari kalangan masyarakat, terutama bagi mereka yang gajinya berada di ambang Upah Minimum Regional (UMR) dan Upah Minimum Pokok (UMP).
Anggota Komisi VI DPR, Herman Khaeron, menyatakan bahwa Undang-Undang ini dibuat oleh pemerintah dengan niat dan maksud yang baik, yaitu untuk memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat Indonesia.
“Saya kira undang-undang dibentuk untuk kebaikan rakyat ya. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2016 tentu berharap bahwa masyarakat Indonesia terpenuhi kebutuhan perumahannya,” ujar Herman Khaeron di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, pada Rabu (29/5).
Namun, ia juga menegaskan bahwa DPR tidak akan mengabaikan aspirasi masyarakat terkait kebijakan ini. Sebagai contoh, Herman Khaeron menyebutkan bahwa program ini mirip dengan BPJS yang juga diwajibkan oleh seluruh pemberi kerja, dan manfaatnya dirasakan oleh seluruh masyarakat.
“Namun saya kira, dengan polemik yang ada saat ini, ya bagi DPR akan mendengar terhadap aspirasi masyarakat,” tambahnya.
Fraksi Demokrat, lanjut Herman Khaeron, siap untuk menampung keluhan dan aspirasi masyarakat terkait dengan program Tapera ini. Mereka akan terus mendengarkan dan memperhatikan respons masyarakat terhadap kebijakan ini.
“Bagi kami di Fraksi Demokrat, akan terus mendengar dan menyerap aspirasi dengan ini,” tutupnya.
Program Tapera tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat yang disahkan pada 20 Mei 2024.
PP 21/2024 tersebut menyempurnakan beberapa poin ketentuan dalam PP 25/2020, di antaranya soal perhitungan besaran simpanan Tapera pekerja mandiri atau freelancer. Dalam beleid ini, pegawai negeri maupun swasta akan terkena potongan tambahan untuk simpanan Tapera.
Pasal 15 PP 21/2024 menjelaskan bahwa skema yang diterapkan adalah pemotongan gaji. Pemerintah mengatur bahwa yang wajib dipotong gajinya adalah golongan karyawan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah. Selain itu, karyawan yang wajib masuk dalam skema itu alias menjadi peserta Tapera adalah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum di tiap daerah masing-masing.
Pekerja yang menerima gaji atau upah yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), atau dalam hal ini aparatur sipil negara (ASN) akan dipatok pemotongan gaji untuk simpanan Tapera.
Selain itu, pekerja/buruh badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), badan usaha milik desa (BUMDES), dan badan usaha milik swasta diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, atau dalam hal ini BUMM, juga akan dikenakan pemotongan Tapera. Kemudian, terdapat pula karyawan swasta yang diatur dalam Badan Pengelola (BP) Tapera.
“Pekerja mandiri diatur oleh Badan Pengelola Tapera,” demikian bunyi Pasal 15 Ayat 4d.
Dalam pelaksanaannya, pemerintah memberi tenggat waktu untuk mendaftarkan para pekerja kepada BP Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal PP 21/2024 diteken.
Lalu, Pasal 15 Ayat 1 menjelaskan bahwa besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.