TajukNasional Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, menegaskan bahwa ambang batas parlemen atau parliamentary threshold tetap diperlukan dalam sistem pemilu di Indonesia. Meskipun demikian, Doli mengusulkan agar angka ambang batas tersebut dikaji ulang agar lebih sesuai dengan kondisi demokrasi saat ini.
“Kami di Fraksi Golkar sedang mengkaji ulang besaran angka yang ideal untuk parliamentary threshold. Menurut saya, threshold ini tetap harus ada dan diatur dengan baik,” ujar Doli kepada wartawan di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Jumat (17/1/2025).
Doli menjelaskan bahwa DPP Partai Golkar telah membentuk tim khusus untuk mempelajari perbaikan sistem politik dan demokrasi di Indonesia. Kajian ini mencakup evaluasi sistem pemilu, termasuk ambang batas parlemen.
“Parliamentary threshold ini harus didasarkan pada kajian yang matang. Kami mempertimbangkan berbagai aspek agar sistem ini tetap mendukung penguatan demokrasi,” tambahnya.
Selain itu, Doli juga menyoroti peran Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta pemerintah dan DPR untuk mengevaluasi besaran ambang batas tersebut. Menurut Doli, MK tidak menentukan angka spesifik tetapi memberikan arahan agar ambang batas ditinjau ulang, dengan kecenderungan di bawah 4 persen.
“MK memerintahkan pembuat undang-undang untuk mengkaji ulang besaran ambang batas. Walaupun tidak secara eksplisit disebutkan, ada indikasi untuk mempertimbangkan angka di bawah 4 persen,” jelasnya.
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra sempat menyampaikan bahwa pembatalan presidential threshold 20 persen oleh MK dapat membuka peluang untuk menghapus atau menyesuaikan ambang batas parlemen. Hal ini diharapkan memberikan ruang lebih bagi partai-partai kecil untuk berkompetisi di pemilu.
Sebagai informasi, parliamentary threshold merupakan ambang batas suara minimum yang harus dicapai partai politik dalam pemilu untuk mendapatkan kursi di DPR. Ambang batas ini menjadi instrumen penting dalam sistem representasi politik Indonesia.