TajukNasional Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Dalam rapat tersebut, Anggota Baleg DPR RI, Muhammad Kholid, menyoroti perlunya inklusivitas dalam pengelolaan sektor tambang, yang selama ini didominasi oleh pengusaha besar.
“Kami ingin mendengar dari perguruan tinggi sebagai pemangku kepentingan yang disebut dalam RUU ini. Apakah universitas siap mengelola tambang jika diberi kesempatan?” ujar Kholid dalam rapat yang berlangsung di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (3/2/2025).
RDPU tersebut dihadiri oleh perwakilan dari sejumlah institusi, termasuk Rektor Universitas Paramadina, Publish What You Pay Indonesia (PWYP), Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). Mereka memberikan pandangan mengenai pengelolaan tambang dan kemungkinan penerapan praktik terbaik dari negara lain yang dapat diterapkan di Indonesia.
Kholid menanggapi pernyataan terkait kampus luar negeri yang memiliki unit bisnis mandiri dan dapat membiayai riset mereka sendiri. Namun, ia menilai perbandingan antara kampus luar negeri dan kampus di Indonesia harus dikaji lebih mendalam.
“Membandingkan kampus besar seperti Harvard dengan kampus di Indonesia memerlukan kajian yang lebih komprehensif. Publik mungkin khawatir, apakah jika tambang dikelola oleh universitas, tata kelolanya bisa berjalan dengan baik? Apakah profesionalisme dapat diterapkan?” ujarnya.
Untuk itu, Kholid mendorong pihak universitas dan asosiasi untuk meyakinkan Baleg DPR RI bahwa mereka memiliki kapasitas untuk mengelola sektor pertambangan secara profesional.
“Ini kesempatan bagi perguruan tinggi dan asosiasi untuk meyakinkan kami sebagai legislator bahwa institusi akademik siap mengelola sektor ini jika diberikan hak prioritas,” pungkasnya.