TajukNasional Revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) tengah menjadi perhatian publik sebagai langkah strategis untuk menciptakan pengelolaan sumber daya alam yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menegaskan bahwa revisi ini didasarkan pada landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis yang kuat.
“Dari aspek filosofis, kita merujuk pada Pasal 33 UUD 1945, yang menyatakan bahwa sumber daya alam harus dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sementara itu, dari aspek sosiologis, kita menghadapi kenyataan banyaknya aktivitas penambangan ilegal yang merusak lingkungan. Dari sisi yuridis, revisi ini menjadi kebutuhan untuk menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi,” ujar Edison dalam wawancara di Gedung DPR RI, Senayan, Kamis (23/1).
Mendorong Keseimbangan dan Keadilan
Edison menekankan bahwa revisi UU Minerba bertujuan menciptakan regulasi yang lebih inklusif, membuka peluang bagi koperasi, UKM, dan organisasi masyarakat (ormas) untuk turut serta dalam pengelolaan tambang.
“Selama ini, sektor tambang cenderung dikuasai oleh korporasi besar. Revisi ini menunjukkan keseriusan pemerintah untuk menciptakan akses yang lebih adil. Namun, pemerintah juga harus memastikan pendampingan bagi pihak-pihak baru, termasuk memastikan kapasitas modal, teknologi, dan manajemen mereka,” jelas politisi dari Fraksi PAN tersebut.
Edison juga mengingatkan bahwa kemitraan dengan perusahaan besar harus dilakukan berdasarkan prinsip saling menguntungkan, bukan semata-mata belas kasihan.
Fokus pada Isu Lingkungan dan Edukasi
Menanggapi kritik dari kelompok lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Edison menegaskan bahwa aspek lingkungan tetap menjadi prioritas. Ia menyebutkan bahwa penambang diwajibkan untuk memenuhi dana reklamasi dan melakukan penghijauan kembali.
“Pemerintah akan memastikan regulasi ini dijalankan melalui edukasi dan sosialisasi yang intensif. Pendekatan ini diharapkan dapat mendorong pelaku industri untuk bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan,” kata Edison.
Perguruan Tinggi sebagai Pelaku Baru
Salah satu poin inovatif dalam revisi UU Minerba adalah memungkinkan perguruan tinggi untuk mendapatkan konsesi tambang. Menurut Edison, hal ini dapat menjadi solusi untuk mendukung kemandirian finansial perguruan tinggi.
“Pendapatan dari tambang bisa digunakan untuk memberikan beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu atau menurunkan biaya pendidikan. Namun, implementasi ini membutuhkan kolaborasi erat antara pemerintah pusat dan daerah,” tambahnya.
Komitmen untuk Kemitraan Berkelanjutan
Edison menutup penjelasannya dengan menegaskan bahwa revisi UU Minerba merupakan langkah serius untuk menciptakan keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam, kesejahteraan rakyat, dan keberlanjutan lingkungan.
“DPR bersama pemerintah terus menyerap aspirasi masyarakat dan melakukan dialog dengan berbagai pemangku kepentingan. Kami optimis revisi ini dapat memberdayakan semua pihak, menjaga lingkungan, dan menciptakan kemitraan yang berkelanjutan,” tutupnya.
Revisi ini diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan yang selama ini menjadi kendala dalam pengelolaan sumber daya alam, sekaligus memperkuat keadilan sosial dan pelestarian lingkungan.