TajukNasional Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini menghadapi tantangan besar menjelang Pilkada 2024.
KPU dihadapkan pada keputusan untuk memilih antara mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atau Mahkamah Agung (MA) terkait Peraturan KPU (PKPU) yang akan digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pemilihan.
Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, menyampaikan bahwa lembaganya kini berada dalam posisi yang sulit, di mana berbagai keputusan dari lembaga tinggi negara mempengaruhi langkah-langkah yang akan diambil.
Dalam rapat koordinasi di Yogyakarta pada 21 Agustus 2024, Afifuddin menggambarkan posisi KPU seolah terjepit di antara dua keputusan penting tersebut.
“Posisi KPU itu sekarang ibarat hamburger di tengah, penyet, iya kan? Di sini ada putusan, di situ ada putusan, semua punya kewenangan dan diserahkan ke kami bagaimana menindaklanjutinya,” ujar Afifuddin.
Dia menjelaskan bahwa KPU baru saja menerima salinan putusan MK yang terbaru, termasuk putusan tentang syarat usia minimum calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan dari partai politik.
Menurutnya, keputusan tersebut harus dikaji lebih lanjut sebelum langkah selanjutnya dapat diambil.
Afifuddin menambahkan bahwa KPU sudah mengirimkan surat konsultasi kepada Komisi II DPR RI mengenai putusan MK dan MA. Proses selanjutnya adalah harmonisasi PKPU yang ada dengan keputusan-keputusan tersebut.
“PKPU nomor 8 akan mengalami perubahan sesuai dengan materi yang ditetapkan,” kata Afifuddin.
Dia juga menjelaskan bahwa pelantikan calon kepala daerah akan dilakukan pada 7 Februari 2025 untuk gubernur, dan 10 Februari 2025 untuk bupati, tergantung pada penyelesaian sengketa di MK.
Dalam situasi ini, KPU harus memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil sesuai dengan ketentuan hukum dan jadwal yang ditetapkan, sambil menunggu proses harmonisasi dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.