Jumat, 22 November, 2024

Dibuat Ugal-Ugalan, Setara Institute Minta DPR Batalkan Perppu Cipta Kerja

Tajukpolitik – Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani, mengatakan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja semakin menujukkan kegagalan sistem legislasi dalam sistem presidensial.

Menurutnya, dalam sistem presidensial, kekuasaan dan legitimasi rakyat yang dipupuk melalui pemilihan langsung seharusnya tidak dibarengi dengan kewenangan legislasi presiden. Presiden cukup diberikan kewenangan veto atas sebuah produk UU yang tidak disetujuinya.

“Tetapi desain konstitutional Indonesia telah terlanjur memberikan kewenangan legislasi itu pada presiden. Dampaknya adalah yang tergambar dalam Perppu Cipta Kerja,” tegasnya.

Ia menambahkan Presiden Jokowi seperti sedang mengambil jalan pintas membentuk Perppu setelah produk legislasi dinyatakan inkonstitusional oleh MK, karena mengingkari aspirasi demokrasi. Adapun Perppu yang dibuat hanya ditujukan untuk melegalisasi keberlakuan UU Cipta Kerja.

“Akumulasi kekuasaan yang dipupuk dalam sistem presidensial di satu sisi, dan sistem legislasi yang rapuh, telah memberikan kekuasaan absolut pada Presiden,” jelasnya.

Ia pun tidak setuju jika dalil ancaman ketidakpastian global sebagai parameter kegentingan memaksa.

Ismail menilai justru paradoks dengan yang digaungkan Jokowi dalam berbagai pernyataannya, yaitu kondisi perekonomian Indonesia termasuk yang paling tinggi di antara negara-negara anggota G20, dengan capaian sebesar 5,72 persen pada kuartal III 2022 dan angka inflasi dalam posisi yang masih dapat dikendalikan.

“Artinya, ancaman ekonomi global yang didalilkan sebagai kegentingan memaksa dalam pembuatan Perppu sama sekali tidak memiliki alasan obyektif,” ungkapnya.

Ia pun menjelaskan konstitusi memang telah memberikan kewenangan subjektif pada presiden membuat Perppu, namun tidak berarti bahwa secara absolut tergantung kepada penilaian subjektif presiden, harus didasarkan keadaan objektif sebagai parameter kegentingan memaksa.

Untuk itu, lanjutnya, Setara Institute mendesak DPR melalui Rapat Paripurna untuk tidak memberikan persetujuan terhadap Perppu Cipta Kerja. Dengan demikian, Perppu harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Kedua, Setara Institute meminta DPR dan Presiden melakukan perbaikan substantif terhadap UU Cipta Kerja dengan menghapus pasal-pasal bermasalah yang merugikan hak-hak konstitusional masyarakat, dan dilakukan dengan memperhatikan meaningful participation dalam setiap proses perbaikannya

“Terakhir, pemerintah dan DPR harus tunduk dan patuh terhadap Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020, terutama dalam hal menangguhkan maupun tidak membuat kebijakan/tindakan baru yang bersifat strategis dan berdampak luas,” pungkasnya.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini