TajukNasional Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, mengusulkan pembentukan satgas khusus untuk menindak tegas para mafia tanah, termasuk upaya memiskinkan mereka guna memberikan efek jera. Usulan ini muncul sebagai tanggapan atas wacana Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, yang sebelumnya mengutarakan perlunya langkah pemiskinan terhadap mafia tanah agar dampaknya lebih signifikan.
“Menurut saya, perlu dibentuk satgas khusus yang serius dalam memberikan sanksi tegas kepada mafia tanah. Satgas ini akan menjadi garda terdepan dalam memberantas praktik mereka,” ujar Dede Yusuf di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10).
Dede menilai bahwa pendekatan yang lebih ketat, seperti penerapan hukum terkait tindak pidana pencucian uang, perlu diterapkan untuk menjerat para mafia tanah. Ia menyatakan bahwa berbagai langkah hukum selama ini kurang efektif untuk menghilangkan akar masalah, dan oleh karena itu, diperlukan jerat hukum yang lebih kuat yang bisa mengarah pada pemiskinan aset mafia tanah. “Selama ini, penegakan hukum masih berbatas pada urusan pidana atau dapat diselesaikan secara hukum biasa. Dengan menerapkan delik pencucian uang, kita bisa mengamankan aset mereka dan memberikan efek jera yang nyata,” tambah Dede.
Namun, Dede juga menegaskan pentingnya keterlibatan seluruh lembaga penegak hukum dalam upaya ini. Menurutnya, pemerintah perlu berkolaborasi dengan berbagai instansi, seperti Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan Kepolisian, untuk memastikan proses hukum berjalan dengan efektif. “Tidak bisa dilakukan sendirian oleh menteri. Kerja sama antara Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan Kepolisian sangat penting untuk menyukseskan pemberantasan mafia tanah ini,” jelasnya.
Di sisi lain, Nusron Wahid, Menteri ATR/BPN, mengumumkan bahwa pihaknya akan segera melakukan rapat koordinasi khusus dengan Kejaksaan Agung, Kapolri, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mendalami langkah-langkah pemiskinan terhadap mafia tanah. “Kami berencana memulai inisiatif pemiskinan bagi mafia tanah,” kata Nusron dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI pada Rabu (30/10/2024).
Nusron mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap hukuman pidana biasa yang dikenakan pada mafia tanah. Menurutnya, hukuman tersebut perlu dilengkapi dengan jerat pidana pencucian uang untuk lebih menekan para pelaku. Nusron mengidentifikasi setidaknya tiga kelompok yang berperan dalam praktik mafia tanah, yaitu oknum dari berbagai pihak pendukung, seperti kepala desa, pengacara, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), notaris, serta kelompok perantara seperti Persatuan Makelar Tanah (Permata) dan Bisnis Makelar dan Perantara (Bimantara).
“Yang pertama, mungkin ada oknum orang dalam yang terlibat. Yang kedua adalah pihak-pihak yang berkepentingan untuk menguasai lahan. Dan yang ketiga adalah pihak ketiga sebagai pendukung kegiatan mereka,” ujar Nusron.
Mafia tanah diketahui telah lama menjadi permasalahan yang menghambat stabilitas agraria di Indonesia. Praktik mafia ini bukan hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga sering kali berdampak pada masyarakat luas yang kehilangan hak atas tanah mereka. Dengan usulan pembentukan satgas khusus dan penerapan hukum yang lebih ketat, diharapkan permasalahan mafia tanah dapat diatasi secara signifikan.
Pembentukan satgas ini diharapkan dapat menjadi terobosan dalam memberantas mafia tanah dengan lebih efektif. Dede Yusuf dan Nusron Wahid menyepakati bahwa kolaborasi antara pemerintah, lembaga penegak hukum, dan masyarakat akan menjadi kunci keberhasilan dalam upaya menindak tegas para mafia tanah serta memastikan kepastian hukum bagi masyarakat luas.