TajukPolitik – Menteri Pemuda dan Olahraga Ario Bimo Nandito Ariotedjo atau lebih dikenal Bimo Ariotedjo diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Kejaksaan Agung pada Senin (3/7).
Politikus Partai Golkar itu mengklarifikasi tudingan seputar kasus dugaan korupsi menara internet base transceiver station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Tudingan itu menyebut Bimo Ariotedjo menerima uang Rp27 miliar dari Irwan Hermawan, mantan komisaris PT Solitchmedia Synergy yang kini menjadi salah satu tersangka korupsi menara BTS. Dana itu diduga untuk menyetop pengusutan perkara proyek tersebut di Kejagung.
“Ini terkait tuduhan saya menerima Rp27 miliar, saya sudah menyampaikan apa yang saya ketahui dan saya alami, untuk materi detailnya lebih baik yang berwenang yang menjelaskan,” kata Dito usai diperiksa di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin petang.
Dito diperiksa bukan sebagai Menpora, tapi individu. Sebab upaya mengendalikan penyidikan itu terjadi antara November-Desember 2022, saat dia belum menjabat menteri. Ketika itu Dito masih menjadi Staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi mengatakan timnya memanggil Dito untuk mencari titik terang. Dana ratusan miliar yang dikumpulkan Irwan dari konsorsium dan subkontraktor proyek menara BTS agar penyidikan perkara ditutup.
“Informasi yang berkembang berdasarkan keterangan dari saudara IH (Irwan Hermawan) bahwa dia mengumpulkan uang, menyerahkan uang dalam rangka untuk mengupayakan penyidikan tidak berjalan,” kata Kuntadi.
Kuntadi menyebut upaya menutup kasus ini berada di luar pokok perkara dugaan korupsi menara BTS. Kejagung masih mendalami informasi terkait hal ini. Jika ditemukan fakta, Kuntadi menyebut upaya itu sebagai tindak pidana menghalangi penyidikan.
Perkara korupsi menara BTS 4G ini sempat dihentikan penyidikannya. Beberapa nama dari sejumlah partai politik dan kerabatnya diduga terseret kasus ini. Bahkan pimpinan komisi di DPR dan auditor Badan Pemeriksa Keuangan disebut terlibat perkara proyek yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp8,03 triliun.
Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan tersangka korupsi menara internet yang seharusnya dibangun di daerah terpencil itu. Selain Irwan, Menteri Komunikasi dan Informatika dari Partai NasDem, Johnny Gerard Plate juga ikut terjerat.
Enam tersangka lainnya yaitu Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kemenkominfo, Anang Achmad Latif; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbung Menak; Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia tahun 2020, Yohan Suryanto.
Selain itu Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Invesment Mukti Ali; orang kepercayaan Irwan, Windi Purnama; dan Direktur Utama PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki Muliawan.
Basis Utama Prima merupakan perusahaan milik Hapsoro Sukmonohadi alias Happy Hapsoro, suami Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani. Dia menguasai 99 saham perusahaan yang menjadi pemasok utama semua panel surya dan baterai menara BTS.
Dalam dokumen penyidikan, Irwan membeberkan kepada penyidik Kejaksaan Agung terkait aliran dana untuk menghentikan perkara tersebut. Pria 52 tahun itu menyerahkan uang sebesar Rp119 miliar kepada beberapa pihak di Bakti Kemenkominfo serta sejumlah pihak lain, terkait upaya penyelesaian perkara penyediaan infrastruktur BTS 4G yang sedang diproses aparat penegak hukum.
Irwan merinci telah menyerahkan uang sekitar Rp6,2 miliar kepada pihak Bakti. Di antaranya; Rp1,5 miliar ke Elvano Hatorangan selaku pejabat pembuat komitmen proyek Bakti; Latifah Hanum, pegawai Bakti, sebesar Rp1,7 miliar; dan Anang Latif Rp3 miliar.
Irwan juga menyerahkan uang Rp6 miliar kepada Setyo sebagai upaya penyelesaian perkara BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1-5 Bakti Kemenkominfo. Setyo merupakan pengacara yang ditunjuk X, seseorang yang menurut Irwan tak bisa disebutkan namanya di tingkat penyidikan.
Selain itu, Irwan juga menyerahkan Rp52,5 miliar kepada X.
Dia juga menyerahkan uang melalui Galumbang kepada sejumlah pihak lainnya sebesar Rp43,5 miliar. Rinciannya yaitu pihak X Rp1,5 miliar; pihak Y Rp10 miliar; pihak Z sebesar Rp27 miliar; serta Edward Hutahean sebesar Rp15 miliar.
Irwan kemudian menyerahkan Rp10 miliar kepada Windi Purnama untuk selanjutnya diserahkan kepada Staf Kemenkominfo.
Pria 52 tahun ini juga menyerahkan uang kepada Feriandi Mirza dan anggota Pokja di Bakti Kemenkominfo sebesar Rp800 juta melalui Windi Purnama.