TajukNasional Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, mengkritisi dugaan rekayasa hukum dalam kasus yang menimpa pengusaha Ted Sioeng terkait sengketa dengan Bank Mayapada. Ia menilai banyak kasus hukum di Indonesia dipolitisasi atau digunakan sebagai alat tekanan oleh pihak tertentu.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam rapat Komisi III DPR dengan Komisi Yudisial (KY) pada Senin (10/2/2025). Benny K Harman menyoroti bagaimana sistem hukum di Indonesia sering kali menyimpang dari prinsip keadilan.
“Banyak peristiwa pidana yang direkayasa. Contohnya kasus Ted Sioeng. Itu adalah perkara fiktif, direkayasa,” tegas Benny di hadapan anggota Komisi Yudisial.
Ia menilai hukum sering digunakan sebagai alat untuk menekan individu atau kelompok tertentu yang dianggap merugikan kepentingan pihak berkuasa. “Yang terjadi, hukum ini dijadikan alat. Penegak hukum pun bisa diperalat,” tambahnya.
Sebagai solusi, Benny mengusulkan adanya reformasi dalam sistem hukum, salah satunya dengan melibatkan hakim komisaris yang dapat mengawasi proses penyidikan oleh polisi dan jaksa dalam menetapkan tersangka. Namun, ia mengakui usulannya ini mendapat penolakan dari kepolisian.
Sementara itu, anggota Komisi Yudisial, Binziad Kadafi, mengakui bahwa dalam praktiknya, banyak perkara perdata yang disertai laporan pidana sebagai bentuk tekanan terhadap pihak tergugat. “Pidana seharusnya menjadi ultimum remedium (jalan terakhir), tetapi saat ini banyak gugatan perdata yang didampingi dengan laporan pidana untuk menambah tekanan kepada tergugat,” jelasnya.
Kasus Ted Sioeng mencuat setelah Bank Mayapada menggugat pailit perusahaannya, Sioengs Group, akibat kredit macet sebesar Rp1,55 triliun. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kemudian menyatakan Sioeng pailit berdasarkan putusan 55/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst. Selain itu, Ted Sioeng juga dilaporkan ke ranah pidana atas tuduhan penipuan dan penggelapan dana oleh Bank Mayapada, yang akhirnya membuatnya menjadi buronan Interpol sebelum ditangkap pada 2023.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kuasa hukum Ted Sioeng, Julianto Asis, menuding Dato Sri Tahir, pemilik Bank Mayapada, terlibat dalam dugaan pemufakatan jahat untuk menjebak kliennya.
“Tadi sudah dijelaskan dalam persidangan bahwa ada beberapa nama yang terlibat, termasuk Dato Sri Tahir. Nama beliau disebut dalam pinjaman tersebut,” ujar Julianto.
Menurutnya, jika benar ada keterlibatan Tahir, seharusnya ia juga diperiksa dalam kasus ini. “Kalau memang ada kaitannya, harusnya diperiksa juga. Tapi sampai hari ini, tidak ada pemeriksaan terhadap beliau,” tegasnya.
Julianto juga menyoroti kejanggalan dalam pemberian pinjaman kepada Ted Sioeng, yang awalnya sebesar Rp70 miliar, namun kemudian membengkak menjadi Rp203 miliar. “Siapa sebenarnya Ted Sioeng hingga bisa mendapatkan pinjaman sebesar itu? Kenapa Bank Mayapada bisa begitu longgar memberikan pinjaman sebesar itu, lalu di kemudian hari ada masalah?” pungkasnya.
Kasus ini masih terus bergulir, dengan berbagai pihak yang mendesak agar sistem hukum Indonesia lebih transparan dan tidak digunakan sebagai alat untuk menekan individu atau kelompok tertentu.