TajukNasional Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman, menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang dinilainya memberatkan masyarakat, terutama di daerah terpencil. Hal ini diutarakannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri di Gedung DPR RI, Rabu (4/12).
Benny K Harman menyoroti mekanisme perpanjangan SIM yang kerap menjadi beban tambahan bagi masyarakat kecil, khususnya di daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), tempat ia berasal.
“Kalau kita mau serius, Pak Ketua, nggak usah ngomong yang lain-lain, tadi disinggung soal orang meninggal di jalan raya, okelah itu. Tapi jauh penting ini (perpanjangan SIM dan STNK) bikin orang meninggal pelan-pelan,”ungkap Benny
“Bayangkan, untuk memperpanjang SIM saja, warga di daerah saya harus pergi ke Kupang karena tidak ada fasilitas di kabupaten. Bahkan, jika mesin perpanjangan rusak, masyarakat tetap diminta untuk mematuhi aturan tanpa solusi yang memadai,” Lanjutnya.
Benny mencontohkan situasi di mana warga NTT harus mengeluarkan biaya besar, seperti tiket pesawat dan akomodasi, hanya untuk memperpanjang SIM. Menurutnya, ini menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat kecil.
“Coba bayangkan, harga tiket pesawat ke Kupang sama dengan harga tiket dari Jakarta ke Thailand. Apakah ini adil untuk rakyat kecil? Akibatnya, masyarakat yang tidak mampu memperpanjang SIM karena kendala teknis malah ditangkap di jalan karena SIM mati. Ini ironis,” ujarnya
Benny K. Harman juga menyinggung potensi penerimaan negara dari perpanjangan SIM yang mencapai angka signifikan. Namun, ia mempertanyakan apakah kebijakan ini benar-benar berpihak pada rakyat kecil.
Politikus kelahiran Manggarai, NTT, ini menyarankan agar dilakukan audit menyeluruh terhadap kebijakan dan pelaksanaan perpanjangan SIM, termasuk pihak-pihak yang mencetak kartu SIM.
“Saya ingin ada audit menyeluruh terkait berapa banyak SIM yang diterbitkan dan diperpanjang setiap tahunnya. Selain itu, perusahaan yang mencetak kartu SIM juga perlu diaudit agar transparansi dan akuntabilitas terjaga,” tegas Benny.
Ia juga mendorong Korlantas untuk segera mereformasi mekanisme pelayanan SIM agar lebih inklusif dan mudah diakses oleh masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
“Reformasi ini penting, terutama untuk memastikan rakyat di daerah terpencil tidak menjadi korban dari kebijakan yang kurang berpihak kepada mereka. Teknologi digital harus dimanfaatkan untuk menciptakan solusi yang lebih efisien,” tutupnya.
Melalui kritik ini, Benny berharap pemerintah dan Korlantas dapat mendengarkan aspirasi masyarakat dan menghadirkan kebijakan yang lebih adil dan berkeadilan sosial, demi meningkatkan kualitas pelayanan publik di Indonesia.