TajukPolitik – Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga menilai sindiran Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kepada Nasdem seharusnya tak perlu diungkapkan.
Sebab masing-masing partai punya sikap sendiri (independen) dalam menentukan capres yang akan diusungnya.
Jadi, kata Jamil, Nasdem melalui Surya sudah permisi kepada Jokowi terkait pencapresan Anies. Karena itu, tidak ada etika politik yang dilanggar Nasdem, termasuk keberadaannya di koalisi partai pendukung Jokowi.
“Nasdem juga sudah menyatakan tetap komit mendukung pemerintahan Jokowi hingga tahun 2024. Ini artinya, Nasdem tidak akan meninggalkan Jokowi dari koalisi yang sudah disepakati,” tegasnya
Untuk itu, lanjut Jamil, adalah sikap yang aneh kalau Hasto yang justru kebakaran jenggot terhadap Nasdem. Padahal, posisi Nasdem dan PDIP di koalisi setara. Apalagi Jokowi sendiri tidak berekasi apa-apa.
“Jadi, Hasto tidak berhak menyindir apalagi menganggap Nasdem sudah tak layak ada di koalisi. Hanya Jokowi yang seharusnya berhak menyatakan partai mana yang masih berhak dan tidak berhak di koalisi pemerintahannya.
“Perseteruan tersebut tampaknya percikan ketidakcocokan antara Megawati Soekarnoputri dengan Surya. Memang tidak jelas pemantik ketidakcocokan kedua ketua umum partai politik tersebut,” pungkasnya.
“Ketidakcocokan itu terlihat ketika di suatu pertemuan, Surya mengulurkan tangan untuk berjabat tangan tapi tidak disambut Megawati. Sejak itu, hubungan Surya dengan Megawati memang terlihat dingin,” jelasnya.
Jamil menyarankan Hasto seharusnya lebih bijak dengan tidak memperuncing ketidakcocokan kedua ketua umum partai. Hasto juga tidak perlu masuk ke ranah koalisi, yang memang tidak ada haknya untuk itu.
“Kalau Hasto lebih proporsional, seharusnya ketegangan seperti itu tak perlu terjadi. Hasto sudah harus tahu diri bahwa semua partai independen dalam menentukan capres dan berkoalisi. Ia tak boleh nyinyir, apalagi berupaya mendikte partai lain. Cara itu hanya akan merugikan dirinya, termasuk partainya,” tutupnya.