Tajukpolitik – Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini, mengatakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), hanya mengeluarkan uang APBN sebanyak 1,1 persen untuk perguruan tinggi.
Alhasil, ujar Didik, biaya uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi sangat mahal.
Didik berpendapat, anggaran pendidikan tinggi seperti UI, UGM, ITB, UB, Undip dan lainnya hanya Rp7 triliun, dari total anggaran pendidikan di diperoleh Kemendikbud dari APBN.
Itulah yang menjadi alasan sejumlah perguruan tinggi nasional harus menaikkan biaya UKT.
“Hanya 1,1 persen dari total anggaran 20 persen APBN. Perguruan tinggi negeri dipaksa mencari anggaran sendiri dengan cara mengeruk uang dari mahasiswa, sehingga pendidikan tinggi tidak lebih dari pasar, ada uang ada barang,” katanya, lewat keterangan tertulis, di Jakarta, Minggu (23/6).
Tidak adanya anggaran yang cukup dari pemerintah, kata Didik, perguruan tinggi negeri akhirnya melupakan kualitas dan tugas membangun daya saing bangsa, mandek mencari inovasi teknologi untuk kemajuan, dan tertinggal dalam riset mendalam.
“Mereka kemudian menumpuk mahasiswa, menggelar pola pengajaran ala kursus-kursus yang lazim ada di banyak kota di Indonesia,” ujar Didik.
Karena itu, sambung Didik, setidaknya 10-20 universitas utama di Indonesia hanya menjadi universitas kelas underdog di Asia, apalagi di dunia.
“Tidak usah dibandingkan dengan NUS di Singapura (ranking 8 dunia), dengan UKM Malaysia saja ketinggalan jauh,” sesal Didik.