TajukNasional Pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dan properti lainnya, seringkali menghadapi kendala besar, salah satunya adalah pengadaan lahan. Proses pembebasan tanah seringkali penuh dengan masalah yang dapat memperlambat proyek, bahkan memicu konflik sosial. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengungkapkan bahwa pengadaan lahan di Indonesia adalah proses yang kompleks dan penuh tantangan.
Berbicara dalam acara *International Conference on Social Impact Assessment* yang diadakan di Ritz-Carlton Mega Kuningan, Jakarta, pada Selasa (17/8), AHY menjelaskan beberapa masalah yang sering dihadapi dalam pengadaan tanah. Salah satu masalah utamanya adalah adanya tumpang tindih klaim hak tanah, termasuk hak tanah adat, serta praktik-praktik lokal yang beragam terkait kepemilikan dan penggunaan lahan. Hal ini kerap menimbulkan perselisihan dan keterlambatan dalam pelaksanaan proyek.
“Kita sering menghadapi kompleksitas tenurial, termasuk klaim yang tumpang tindih, hak tanah adat, dan praktik lokal yang beragam. Kompleksitas ini dapat menyebabkan penundaan pembangunan, perselisihan, dan bahkan keresahan sosial,” kata AHY.
Untuk mengatasi tantangan ini, AHY menekankan pentingnya pengadaan lahan yang dilakukan dengan sangat hati-hati, berdasarkan prinsip keadilan, transparansi, dan kepastian hukum. Ia menegaskan bahwa percepatan pembangunan tidak boleh mengorbankan hak-hak masyarakat yang terdampak oleh proyek-proyek tersebut. Kompensasi yang adil dan kepastian hukum adalah kunci agar pengadaan tanah tidak hanya berjalan lancar, tetapi juga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Kita harus mencapai keseimbangan yang baik antara percepatan pembangunan, kepastian, dan keadilan. Meskipun kemajuan yang cepat sangat penting untuk mencapai tujuan pembangunan kita, itu tidak boleh mengorbankan hak dan mata pencaharian rakyat kita,” tambah AHY.
Selain itu, AHY juga menyoroti pentingnya menjaga transparansi dalam setiap langkah pengadaan tanah. Proses ini harus melibatkan partisipasi masyarakat terdampak untuk memastikan bahwa hak-hak mereka dilindungi dan dipenuhi dengan baik.
Pada kesempatan yang sama, Caroline Turk, Country Director World Bank untuk Indonesia dan Timor Leste, menambahkan bahwa pentingnya melakukan penilaian dampak sosial atau *Social Impact Assessment* dalam setiap proses pengadaan lahan. Penilaian ini bertujuan untuk memahami dampak yang mungkin timbul dari proyek infrastruktur terhadap masyarakat setempat, serta meminimalkan dampak negatif yang dapat merugikan mereka.
“Penilaian dampak sosial adalah alat utama untuk membantu memahami seluruh keragaman dampak yang dapat ditimbulkan proyek pada berbagai kelompok sosial. Ini juga membantu memastikan bahwa kita meminimalkan dampak negatif sekaligus memaksimalkan manfaat dari investasi infrastruktur,” ujar Caroline Turk.
Dalam era pembangunan yang cepat di Indonesia, tantangan dalam pengadaan lahan tidak bisa diabaikan. AHY dan Caroline Turk sama-sama sepakat bahwa penanganan yang bijaksana dan adil dalam proses ini akan menjadi kunci untuk memastikan keberhasilan proyek infrastruktur tanpa menimbulkan konflik sosial.