TajukNasional Anggota Komisi II DPR RI, Ongku P. Hasibuan, menyoroti maraknya praktik nominee atau perjanjian pinjam-nama oleh Warga Negara Asing (WNA) yang kerap terjadi di Provinsi Bali. Menurut Ongku, praktik ini berpotensi menjadi ‘bom waktu’ yang dapat meledak jika tidak ditangani dengan baik.
“Anggaplah, misalkan, begini WNA punya partner WNI dan ia (WNA) ingin memiliki lahan di sini (Bali) kemudian partnernya (WNI) itu didaftarkan. Tiba-tiba suatu saat mereka tidak cocok lagi, kemudian pecah kongsi istilahnya. Ya tentu dia akan ribut dan lambat laun hal tersebut akan menjadi persoalan jika tidak tertangani dengan baik,” jelas Ongku dalam kunjungan kerja reses Komisi II DPR RI ke Kota Denpasar, Bali, Kamis (18/7).
Politisi dari Fraksi Partai Demokrat ini mengungkapkan bahwa menurut laporan yang diperoleh dari Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Denpasar, terdapat sekitar 3000 sertifikat tanah “melayang”. Sertifikat tanah melayang adalah sertifikat sah kepemilikan tanah yang lokasinya tidak diketahui. Dari jumlah tersebut, 50 sertifikat teridentifikasi sebagai nominee dan belum didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Terdapat 50 yang teridentifikasi dan tidak mendaftarkan ke BPN, jangan-jangan di antara sertifikat melayang itu masih ada nominee-nominee yang lain yang kita tidak ketahui,” ungkap Ongku.
Ongku juga menyampaikan apresiasi terhadap capaian dan kinerja yang dilakukan oleh Kantah Provinsi Bali, khususnya Kantah Denpasar, dalam menangani masalah pertanahan. Ia berharap agar persoalan nominee dapat segera diselesaikan dengan baik. “Terlepas dari itu semua, capaian yang dilakukan oleh Kantah Provinsi Bali dan khususnya Kantah Denpasar sudah sangat memadai. Kita akan dukung terus supaya masalah pertanahan di Indonesia semakin baik ke depannya,” imbuhnya.
Sebagai informasi, perjanjian pinjam nama (nominee) adalah praktik di mana nama WNI dipinjam dalam perikatan jual beli tanah melalui akta jual beli. Praktik ini melibatkan perjanjian-perjanjian tambahan yang berkaitan dengan perjanjian pinjam nama tersebut. Akta yang dibuat adalah akta otentik yang menggunakan nama WNI yang namanya dipinjam, dengan tujuan agar proses pemindahan hak milik atas tanah tidak terdeteksi oleh pemerintah atau aparat penegak hukum.
Praktik nominee ini bertujuan untuk memindahkan hak milik atas tanah dengan cara yang seolah-olah tidak melanggar ketentuan hukum. Praktik ini, jika tidak ditangani dengan baik, dapat menimbulkan berbagai masalah hukum dan sosial di kemudian hari.
Dalam konteks ini, pengawasan dan penegakan hukum yang ketat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa semua transaksi tanah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, serta untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terlibat. Dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat, sangat penting untuk mengatasi masalah ini dan mencegah terjadinya penyalahgunaan di masa depan.