TajukNasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah berhasil menerbitkan sebanyak 24 Sertifikat Hak Pengelolaan untuk Tanah Ulayat yang mencakup hampir 850.000 hektar (ha) tanah hingga September 2024. Sertifikasi ini mencakup wilayah-wilayah penting seperti Sumatera Barat, Papua, Jawa Barat, Bali, dan Jambi.
“Tahun ini, kami telah menetapkan target ambisius untuk mensertifikasi tambahan 10.000 hektar di empat provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Selatan,” ujar Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam “International Meeting On Best Practices Of Ulayat Land Registration In Indonesia And Asean Countries” yang digelar di Kota Bandung, Jawa Barat, pada Kamis.
Melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang telah berjalan sejak tahun 2017, Kementerian ATR/BPN menunjukkan kemajuan yang signifikan dengan berhasil mendaftarkan 117 juta bidang tanah dari target 126 juta. Jumlah ini meningkat pesat dari 46 juta bidang tanah yang telah terdaftar pada tahun 2017.
“Capaian tersebut hasil kolaborasi antara lembaga pemerintah, masyarakat setempat, lembaga akademis, dan mitra internasional,” ujar AHY, menyoroti peran penting kerja sama dalam mencapai tujuan tersebut.
Lebih lanjut, AHY menekankan pentingnya kerja sama dengan universitas, seperti Universitas Andalas dan Universitas Hasanuddin, untuk memastikan bahwa upaya sertifikasi tanah ulayat didasarkan pada penelitian, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip adat, serta responsif terhadap kebutuhan masyarakat setempat.
Dalam jangka panjang, Kementerian ATR/BPN berkomitmen untuk memastikan setiap Tanah Ulayat masyarakat adat mendapatkan sertifikasi. Ini merupakan langkah penting untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi tanah serta hak-hak masyarakat adat yang berhak atasnya.
“Misalnya, di Sumatera Barat, kita mendekati Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM), salah satu otoritas Adat tertinggi, yang setuju untuk membantu kita, untuk meningkatkan kesadaran, dan mensosialisasikan pentingnya program sertifikasi tanah ulayat. Hal ini berhasil mendorong para pemimpin adat untuk secara mandiri datang ke Kantor Pertanahan setempat untuk mendaftarkan tanah ulayat mereka,” ujar AHY.
Pada kesempatan ini, AHY menjelaskan bahwa di Indonesia dikenal tiga hak utama atas tanah, yaitu hak atas tanah, tanah negara, dan tanah ulayat atau tanah adat. “Tanah Ulayat mewujudkan kepemilikan komunal yang mencerminkan hubungan yang mendalam antara masyarakat adat dan lingkungannya. Hubungan ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga spiritual, budaya, dan sosial, yang melindungi dan memelihara mereka,” ujar AHY.
Ia menekankan bahwa dalam banyak kasus, masyarakat adat kehilangan tanah mereka karena transfer ilegal, pelanggaran, atau eksploitasi. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN telah mengambil tindakan tegas dengan menerbitkan peraturan yang kuat untuk mengelola tanah adat. Pada tahun 2021, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tentang Hak Pengelolaan atas Tanah Ulayat, dan pada tahun 2024, diterbitkan Peraturan Menteri Nomor 14 untuk memastikan terlaksananya administrasi pertanahan dan pendaftaran hak atas tanah adat secara efektif bagi Masyarakat Hukum Adat.