TajukNasional Dua kelompok mafia tanah yang beroperasi di Kabupaten Bekasi berhasil ditangkap oleh kepolisian. Kelompok tersebut terdiri dari tujuh orang tersangka yang terlibat dalam dua kasus besar pemalsuan akta jual beli (AJB) dan sertifikat tanah. Potensi kerugian negara dari dua kasus ini mencapai lebih dari Rp 183 miliar.
Dalam konferensi pers yang digelar di Polres Metro Bekasi pada Selasa (15/10), Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) turut hadir untuk memaparkan perkembangan kasus ini. AHY menyatakan bahwa keberhasilan pengungkapan kasus ini merupakan hasil kerja keras bersama antara Kementerian ATR/BPN dan kepolisian.
“Hari ini, di Kabupaten Bekasi, bersama dengan jajaran Polda Metro Jaya, kami berhasil mengungkap dua kasus mafia tanah yang berpotensi merugikan negara hingga lebih dari Rp 183 miliar,” ungkap AHY.
Kasus pertama melibatkan lima tersangka berinisial RA, RBS, OS, IS, dan D. Para tersangka ini bekerja sama dalam memalsukan akta jual beli (AJB) tanah yang kemudian ditawarkan kepada korbannya dengan nilai total Rp 4,07 miliar. Dalam modus operandi ini, korban diarahkan untuk membeli tanah yang seolah-olah sah, tetapi sebenarnya menggunakan akta palsu yang tidak tercatat dalam sistem resmi pertanahan.
Setelah korban menyerahkan uang, mereka baru menyadari bahwa tanah yang dibeli tidak dapat diterbitkan sertifikatnya atas nama mereka. Akibatnya, kerugian yang ditanggung korban mencapai Rp 4,07 miliar. Dengan terungkapnya kasus ini, kepolisian berhasil menyelamatkan kerugian sebesar Rp 4,07 miliar dari tangan mafia tanah tersebut.
Kasus kedua melibatkan dua tersangka berinisial RD (31) dan PS (57). Dalam kasus ini, tersangka RD meminta PS untuk menduplikasi sertifikat tanah milik orang tuanya menjadi 39 sertifikat palsu. Sertifikat-sertifikat palsu ini kemudian dijadikan jaminan utang kepada 39 orang, sehingga menimbulkan kerugian hingga Rp 3,9 miliar.
“Modus yang digunakan tersangka adalah dengan mengubah nama pemegang hak, nomor sertifikat, dan informasi penting lainnya, sehingga sertifikat tersebut tampak sah di mata hukum,” jelas AHY.
Dari kasus ini, total kerugian yang berhasil diselamatkan mencapai Rp 179,49 miliar, yang berasal dari real loss, fiscal loss, dan potential loss. Jika dijumlahkan dengan kasus pertama, total kerugian yang berhasil diselamatkan dari kedua kasus ini mencapai Rp 183,56 miliar.
AHY menekankan pentingnya masyarakat untuk mendaftarkan kepemilikan tanah mereka secara resmi agar terhindar dari kejahatan mafia tanah. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk menjaga dan merawat sertifikat tanah mereka dengan baik, agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Pelajaran penting dari kasus ini adalah, segera daftarkan tanah yang dimiliki, jaga sertifikat tanah, dan rawat tanah agar tidak dikuasai oleh pihak lain. Jika ditemukan indikasi kejahatan pertanahan, laporkan segera. Bersama-sama kita akan gebuk, gebuk, gebuk mafia tanah, serta memastikan keadilan dan kepastian hukum bagi semua,” tegas AHY.
Kasus ini menunjukkan bahwa kejahatan pertanahan masih menjadi masalah serius di Indonesia, dan pemerintah, melalui Kementerian ATR/BPN, berkomitmen untuk terus memberantas mafia tanah demi melindungi hak-hak masyarakat atas tanah.