TajukPolitik – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menyiapkan lahan untuk produksi biofuel (bahan bakar organik) guna mendukung akselerasi transisi energi di Indonesia.
“Kita sekali lagi juga harus menyiapkan lahan-lahan yang memang untuk produksi biofuel. Biofuel ini masa depan kita semuanya,” kata AHY, sapaannya, usai melakukan penanaman serentak 100 ribu pohon di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu.
Menurut AHY, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), serta lembaga lain agar bisa mengalokasikan lahan perkebunan untuk produksi bioetanol.
Ia menekankan bahwa kolaborasi tersebut penting untuk mewujudkan cita-cita Indonesia seperti yang tertuang dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) menjadi 32 persen atau setara dengan 912 juta ton CO2 pada tahun 2030.
“Misalnya untuk bioetanol kita perlu kebun-kebun tebu misalnya, jagung dan lain sebagainya, termasuk juga variasi-variasi alternatif lainnya,” ujar AHY.
Lebih lanjut, AHY menyatakan bahwa lembaga yang dipimpinnya tengah melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 21/2021 tentang Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, bersama kementerian lain yang mengatur Hak Guna Usaha (HGU) untuk carbon trading.
Melalui revisi terhadap regulasi tersebut, nantinya akan mengakomodasi terkait pemberian Hak Guna Usaha/Hak Pakai untuk lahan dengan peruntukan jasa lingkungan seperti kawasan mangrove, termasuk materi carbon capture dan carbon storage pada Pemberian Hak Ruang Bawah Tanah (RBT) dalam Rancangan Perpres Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah.
“Ini yang akan kita galakan sebagai komunitas carbon trading,” ujar AHY.
Menurut dia, komitmen untuk mengakomodasi pemberian hak itu diperuntukkan untuk jasa lingkungan, sehingga selaras dengan komitmen bersama untuk mencapai net zero emissions atau nol emisi karbon, serta sebagai langkah nyata untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim.
AHY menambahkan bahwa pemerintah perlu menyiapkan berbagai jenis lahan untuk produksi biofuel, seperti kebun tebu dan jagung, yang bisa dimanfaatkan untuk produksi bioetanol. Selain itu, dia menyebut pentingnya pengembangan variasi alternatif lainnya untuk produksi biofuel.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara berbagai lembaga pemerintah dan stakeholder terkait untuk memastikan bahwa lahan-lahan tersebut dapat dialokasikan dan dimanfaatkan secara optimal untuk produksi biofuel.
“Kerja sama ini diperlukan agar kita bisa mencapai target pengurangan emisi yang telah kita tetapkan dan mendukung keberlanjutan lingkungan di masa depan,” tambah AHY.