Rivai juga menilai bahwa pihak-pihak pelapor, seperti Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), tidak benar-benar berniat menguji keabsahan dokumen, tetapi lebih pada membangun narasi negatif terhadap Presiden.
“UGM sudah memberikan klarifikasi resmi. Rektor dan dekan menyatakan ijazah itu sah dan asli. Tapi tetap saja dipermasalahkan hal-hal teknis seperti jenis font dan ukuran foto. Ini jelas mengarah ke pembunuhan karakter,” ungkap Rivai.
Menurutnya, bahkan jika ijazah asli dipublikasikan ke publik sekalipun, kelompok-kelompok tersebut tetap akan mencari celah untuk meragukannya.
Sebelumnya, Megawati dalam sebuah acara peluncuran buku di BRIN menyindir keras polemik yang belum kunjung reda tersebut. “Kalau memang betul, ya tunjukkan saja ijazahnya. Tidak usah bertele-tele,” ujarnya.
Namun menurut Rivai, pernyataan semacam itu bisa menyesatkan opini publik yang belum tentu memahami bahwa dokumen sedang dalam ranah hukum.
“Pernyataan seperti itu bisa menimbulkan kesan bahwa ada yang disembunyikan, padahal faktanya tidak demikian,” pungkasnya.