Tajukpolitik – Pengamat Politik dari Citra Institute, Efriza, menilai rencana penggunaan hak angket oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk mengusut dugaan kecurangan pemilihan umum (Pemilu) Serentak 2024, minim dukungan dari fraksi partai politik (parpol).
Efriza mengatakan bunyi hak angket dalam Rapat Paripurna DPR RI kemarin hanya dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sementara, enam parpol lainnya di parlemen tidak bersuara mengenai rencana giliran ham angket. Sehingga, Efriza meyakini itu sebagai tanda tak angket tidak siap secara formil dan materiil untuk digulirkan.
“Artinya, memungkinkan hak angket ini jika dicermati tampaknya tidak punya rumusan yang detail, komprehensif, memungkinkan fakta-fakta di lapangannya kurang kuat,” kata Efriza, Rabu (6/3).
Dari fakta politik di parlemen saat ini, dosen ilmu pemerintahan Universitas Pamulang (Unpam) itu meyakini, cengkraman Presiden Joko Widodo terhadap parpol-parpol yang ada masih cukup kencang.
Meskipun, diurai Efriza, terdapat Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan juga Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang dalam kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024 tidak berada di koalisi yang calon presiden dan calon wakil presidennya (capres-cawapres) didukung Jokowi.
“Tetapi, dalam Rapur kemarin dua parpol itu tidak bersuara mendukung giliran hak angket,” tambah Efriza.
Oleh karena itu, Efriza melanjutkan jika ia menduga hak angket sulit berjalan mengusut dugaan kecurangan Pemilu Serentak 2024.
“Andai ada kemungkinan, itu hanya sekadar asumsi keramaian pra hasil pemilu ditetapkan,” pungkas Efriza.
Untuk diketahui, hak angket Pemilu 2024 pertama kali diwacanakan oleh calon presiden (Capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo, sesaat setelah kalah telak dalam quick count dari capres nomor urut 2, Prabowo Subianto.
Namun, dukungan dari fraksi terhadap hak angket ini terbilang minim. Hanya 3 fraksi yang bersuara lantang dari 9 fraksi di DPR RI.