TAJUKNASIONAL.COM – Sate Maranggi, kuliner legendaris yang menjadi ikon Kabupaten Purwakarta, tak hanya memikat lidah dengan rasa manis gurihnya, tetapi juga menyimpan kisah sejarah yang menarik.
Meski asal-usulnya sempat menjadi perdebatan antara dua kecamatan, kini terkuak bahwa nama dan resepnya berakar kuat di wilayah tersebut.
Siapa Pelopor Sate Maranggi? Plered atau Wanayasa?
Selama ini, asal-usul Sate Maranggi kerap diklaim oleh dua daerah: Plered dan Wanayasa. Namun, data historis menunjukkan bahwa Sate Maranggi lebih dulu ada di Plered.
Seorang penjual bernama Bustomi Sukmawirdja, atau yang akrab disapa Mang Udeng, diketahui telah menjajakan Sate Maranggi di Plered sejak tahun 1962.
Sementara itu, di Wanayasa, penjual sate bernama Mak Unah baru mulai berjualan sate panggang, bukan Sate Maranggi pada tahun 1970, delapan tahun lebih muda.
Meskipun demikian, sinergi antara kedua daerah ini-lah yang akhirnya mempopulerkan nama Maranggi hingga menjadi kuliner kebanggaan Purwakarta.
Mak Unah juga dikenal sebagai sosok yang pertama kali bereksperimen dengan menggunakan daging domba dalam racikan bumbu khasnya, yang menurutnya lebih nikmat.
Ciri Khas dan Proses Pembuatan yang Unik
Berbeda dengan sate pada umumnya, Sate Maranggi memiliki cita rasa yang lebih dominan manis dan gurih.
Dagingnya, yang kini bervariasi dari kerbau, kambing (domba), hingga ayam diiris kecil-kecil, lalu dibungkus dengan daun pepaya selama tiga jam agar empuk. Bumbu rendaman berupa gula merah, garam, dan bumbu penyedap lainnya meresap sempurna sebelum sate dibakar.
Proses pemanggangan dilakukan dengan hati-hati, dibolak-balik agar matang merata. Di beberapa tempat, penyajiannya masih mengikuti pola tradisional, di mana sate ditaruh dalam baki besar (balastrang) dan pembeli mengambil sendiri, lalu menghitung jumlah tusuknya.
Aneka Pelengkap yang Menyempurnakan Rasa
Sate Maranggi tidak lengkap tanpa pelengkapnya. Kuah cairnya terdiri dari dua jenis:
• Kuah Kecap: Terbuat dari tumisan bawang merah, tomat, dan cabai rawit yang digerus halus, lalu dicampur dengan kecap dan bumbu penyedap.
• Kuah Kacang: Dibuat dari kacang tanah, cabai merah, bawang putih, dan kemiri yang dihaluskan dan ditumis hingga mendidih.
Menariknya, di Plered dan Pasawahan, kedua jenis kuah ini tersedia, sementara di daerah lain seperti Cibungur hanya menyajikan kuah kecap.
Di warung-warung tertentu, seperti milik Hj. Yetty, Sate Maranggi juga disajikan dengan sambal tomat yang segar, terbuat dari cabai rawit, tomat, garam, dan gula yang diulek kasar.
Sebagai pelengkap, ada pula acar mentimun dan wortel yang segar, serta nasi timbel atau ketan bakar yang menjadi pasangan sempurna untuk menikmati kelezatan Sate Maranggi.
Semua elemen ini berpadu, menciptakan pengalaman kuliner yang tak terlupakan.
Baca dan Ikuti Media Sosial Tajuk Nasional, KLIK DISINI