Tajukpolitik – Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Demorkat, Irwan Fecho, mendesak pemerintah tidak menjadikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi penjamin proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Hal itu ia sampakan untuk merespon pemerintah Tiongkok yang bersikukuh mendesak Indonesia meminta APBN sebagai penjamin KCJB.
Sejak awal Irwan yakin bahwa pembiayaan proyek KCJB akan membengkak. Selain itu, jika proyek ambisius itu terus dilakukan akan berakibat besar membebani APBN dan bisa menimbulkan efek berantai yang berujung kepada defisit anggaran.
“Harus ditolak skema jaminan APBN ini. Sudah beberapa kali APBN mencuci kesalahan perencanaan kereta cepat,” tegas Irwan kepada wartawan, Jumat (14/4).
Legislator dari Kalimantan Timur ini meminta pemerintah harus memperjuangkan skema burden sharing atau berbagi beban antara kreditur dan pemerintah.
“Itu akan menjadi solusi, bukan dengan tawaran jaminan APBN yang diutarakan kreditur. Pemerintah harus bertanggung jawab atas kegagalan dan kerugian rakyat dan negara ini,” pungkas Irwan.
Untuk diketahui, polemik proyek kereta cepat kembali terjadi. Kali ini, pemerintah Tiongkok mendesak pemerintah Indonesia untuk memberikan anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai jaminan membayar utang.
Hal ini terjadi setelah Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, gagal melobi pemerintah Tiongkok untuk meringankan beban utang yang mencapai 3,4 persen tiap tahun.
Bahkan, yang lebih parahnya, selain bunga utang tidak diturunkan atau diberi keringanan, justru pemerintah Tiongkok meminta jaminan APBN untuk membayar utang proyek KCJB.
Padahal, sejatinya kereta cepat bukanlah sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat. Namun, karena ambisi segelintir orang, yang dikorbankan adalah 270 juta rakyat Indonesia.
Sebab, jika uang negara jadi jaminan membayar utang, tentu saja akan berpengaruh kepada kehidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.