Tajukpolitik – Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) meminta agar pemilu ditunda disayangkan oleh sejumlah pihak. Pakar hukum pun ramai-ramai kritik putusan PN Jakpus tersebut.
Salah satunya kritikan datang dari Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva.
“Sangat kaget membaca berita hari ini, PN Jakarta Pusat memerintahkan KPU menunda pemilu 2024 selama 2 tahun 4 bulan 7 hari,” tulisnya di akun twitter @hamdanzoelva, Kamis (2/3).
Hamdan menambahkan walaupun masih putusan tingkat PN yang masih bisa banding dan kasasi, tetapi perlu dipertanyakan pemahaman dan kompotensi hakim PN dalam memutuskan perkara tersebut.
“Karena bukan kompotensinya. Jelas bisa salah faham atas objek gugatan,” tambahnya.
Seharusnya, lanjut Hamdan perlu dipahami bahwa sengketa pemilu itu, termasuk masalah verifikasi peserta pemilu adalah kompotensi peradilan sendiri, yaitu Bawaslu dan PTUN, atau mengenai sengketa hasil di MK.
“Tidak bisa dibawa ke ranah perdata dengan dasar PMH. Tidak ada kewenangan PN memutuskan masalah sengketa pemilu, termasuk masalah verfikasi dan bukan kompotensinya, karena itu putusannya pun menjadi salah,” tegas Hamdan.
Untuk diketahui, PN Jakpus memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu 2024. Perintah tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat KPU.
“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari,” seperti dikutip dari salinan putusan, Kamis, 2 Maret 2023.
Adapun Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan gugatan tersebut adalah T. Oyong, dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu.
Tak hanya dapat kiritikan pakar hukum, banyak tokoh yang ikutan mengkritik putusan tersebut, termasuk Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang juga kritik putusan PN Jakpus itu.