Tajukpolitik – Kebiasaan Presiden Jokowi bagi sembako di depan Istana Negara yang ada di Jakarta dan Bogor dikritik oleh Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F. Silaen.
“Bukan hanya itu yang harusnya dikerjakan oleh presiden Republik Indonesia,” tegas Silaen Jumat (14/4).
Menurutnya, kegiatan membagikan sembako tidak salah. Hanya saja, tambah Silaen, jika seorang Presiden ketujuh RI itu kerap turun langsung atau ikut membagikan, maka publik pasti mulai mempertanyakan peranannya.
“Tugas bagi-bagi okelah. Tapi bukan sekedar hanya gimik-gimik polesan lipstik ala ormas jugalah. Cukup ormas saja yang lakukan bagi-bagi sembako, tak perlu presiden yang selalu melakukannya,” jelas Alumni Lemhannas Pemuda 20009 ini.
Silaen menuturkan, membagi-bagikan sembako atau sejenisnya juga tidak melanggar hukum. Tapi ia mengharapkan, tugas dan tanggung jawab seorang presiden bisa ditunjukkan Jokowi.
“Yaitu lebih kepada policy maker. Bukan hanya seperti pertunjukan ‘opera sabun’, yang sering kita jumpai dipinggir jalan dan atau emperan toko diberbagai tempat, seperti yang dilakukan oleh penjual obat,” katanya.
Lebih dari itu, Silaen mendorong agar Jokowi bisa menempatkan diri sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara, supaya publik dapat membedakan kerja-kerja presiden dan kerja-kerja ormasnya.
“Presiden harusnya fokus pembentukan dan pembenahan sistem pemerintahan serta prosedur yang mengatur hajat hidup orang banyak, dengan melengkapi aturan hukum yang dibutuhkan untuk membuat rakyat Indonesia tidak dikadali terus oleh pemangku kebijakan publik,” pungkasnya.
Kegiatan Jokowi bagi sembako memang sudah menjadi semacam kebiasaan. Betapa tidak, hampir setiap kali kunjugan ke daerah, Jokowi selalu bagi-bagi sembako.
Padahal, seharusnya kerja Presiden tak hanya membagikan sembako, tapi memastikan harga sembako tidak naik dan masyarakat sejahtera.