Tajukpolitik – Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, menyebut jika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem pemilu proporsional tertutup, maka MK standar ganda.
Betapa tidak, lanjut Ray, dalam banyak kasus MK selalu menolak permohonan yang berkaitan dengan open legal policy dari anggota legislatif. seperti halnya gugatan parliamentary threshold, yang tercatat sudah puluhan kali ditolak MK, dengan dalih open legal policy.
Oleh karena itu, Ray menilai jika putusan MK adalah sistem pemilu proporsional tertutup, nuansa politiknya lebih kental dibanding pertimbangan hukum yang disengketakan.
“Karena itu, saya kira nggak berlebihan kalau putusannya proporsional tertutup, berarti keputusan MK yang sekarang ini lebih kental nuansa politiknya, dibanding pertimbangan hukumnya,” kata Ray, Kamis (1/6).
Di sisi lain, pengamat politik lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga menilai MK telah melakukan standar ganda, jika memutuskan sistem proporsional tertutup. Ia mencontohkan putusan soal perpanjangan masa jabatan KPK 1 tahun.
“Dasarnya apa gitu lho? Maksud saya, kalau mereka membolehkan itu, ya justru mereka nggak boleh lagi menggunakan open legal policy untuk menolak argumen parliamentary threshold yang membatasi demokrasi,” tegasnya.
“Itu kan dobel standar namanya,” pungkasnya.
Untuk diketahui, MK sampai saat ini belum juga memutuskan perkara terkait sistem pemilu. Padahal, dalam beberapa kesempatan, banyak pakar hukum yang menilai MK seharusnya tidak ikut memutus perkara tersebut.
Sebab, berkaca dari kasus judical review yang lain, MK banyak menolak dengan dalih merupakan open legal policy. Oleh karena itu, cukup mengherankan juga dalam kasus perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK, MK tidak menolak.
Putusan tersebut jugalah yang hendaknya jangan diulangi oleh MK. Agar MK tetap independen dan menghilangkan stigma jika MK standar ganda.