Tajukpolitik– Direktur Eksekutif Institute of Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam, mengatakan jika Partai Nasdem bergabung ke koalisi capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, berarti narasi perubahan yang selama ini digaungkan oleh capres Partai Nasdem, Anies Baswedan, sia-sia.
Hal itu ia sampaikan setelah Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, bertemu empat mata dengan Presiden Jokowi, di Istana Negara, Minggu (18/2) malam.
Umam menegaskan jika narasi perubahan hanya lah gimik murahan yang dikampanyekan oleh Partai Nasdem dan Anies Baswedan jika akhirnya Nasdem bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran.
“Rakyat bisa menuding, narasi kritis dan narasi perubahan yang selama ini mereka kampanyekan ternyata hanya gimik murahan,” ujar Umam, Senin (19/2).
Umam menilai, situasi politik belakangan ini merupakan ujian terhadap konsistensi partai-partai politik yang selama ini mengkritisi pemerintah dan menyerukan gerakan perubahan.
Selama masa kampanye Pemilu 2024, kubu Anies-Muhaimin yang disokong oleh Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Ummat banyak menyerang kubu Prabowo-Gibran sekaligus pemerintahan Jokowi.
Berulang kali kubu Anies-Muhaimin menyinggung soal etika dan pelanggaran konstitusi atas pencalonan Gibran, hingga menyentil soal moralitas berdemokrasi.
“Artinya, jika akhirnya mereka memilih bergabung dengan kekuasaan, maka mereka sejatinya tengah menjilat ludah sendiri, dan menipu rakyat yang memilih partainya setelah terbuai oleh janji-janji perubahan dan narasi kritis kontra-pemerintah yang mereka munculkan,” tegas Umam.
Umam yakin, Prabowo-Gibran sebagai capres-cawapres yang unggul pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 menurut hasil hitung cepat akan berupaya menggoda partai-partai di kubu Anies-Muhaimin maupun Ganjar Pranowo-Mahfud MD untuk bergabung ke pemerintahan.
Sebagai pemimpin selanjutnya, Prabowo dipastikan menginginkan pemerintahan yang stabil yang dilandasi oleh dukungan mayoritas partai politik. Oleh karenanya, tak heran jika Prabowo berupaya merangkul partai-partai lawan.
Pada saat bersamaan, lanjut Umam, situasi ini menjadi peluang emas bagi partai-partai menengah untuk putar balik dari koalisi lama, dengan membelot pada kubu pemenang. Sebab, partai-partai kelas tengah cenderung tidak siap berhadap-hadapan dengan kekuasaan.
“Mereka juga tampaknya tidak siap untuk menanggung risiko dan konsekuensi ekonomi-politik dan stabilitas internal partainya ketika mereka harus berpuasa dari kekuasaan,” jelas Umam.