Tajukpolitik – Pengamat kebijakan politik, Jerry Massie, menegaskan Menteri Koordinator dan Kemaritiman (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, harus bertanggungjawab jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dijadikan sebagai jaminan pengembalian utang sekaligus bunganya dalam proses pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Pasalnya, pembangunan KCJB yang melibatkan Tiongkok ini dinilai terlalu memaksakan diri.
Ia menyampaikan hal tersebut untuk merespon isu Tiongkok meminta APBN jadi jaminan, menyusul bunga utang pembangunan KCJB yang kini menjadi 3,4 persen.
“Gara-gara Jokowi dan LBP (Luhut Binsar Pandjaitan) ngotot bangun KCJB, China (Tiongkok) dengan segala tipu dayanya kini memperdayai pemerintahan Jokowi,” tegas Jerry, Sabtu (15/4).
Menurut dia, bunga utang 3,4 persen masih sangat tinggi jika dibanding pengajuan awal, yakni 2 persen. Alhasil, kerugian negara akan melesat tinggi.
“Saya nilai pola pemerasan APBN telah dilakukan China. Jadi awalnya 2 persen, dan kini melonjak jadi 3,4 persen. Jadi setiap tahun APBN kita terkuras Rp 2 triliun,” jelasnya.
Karena itu, Direktur P3S itu menuntut tanggung jawab menteri yang mengomandoi persoalan investasi, yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP).
“Saya kira LBP harus berani beri ganti rugi dalam masalah ini, kan LBP punya banyak aset, karena ini akibat keteledoran dan kebodohan dalam bernegosiasi dan membaca peluang,” pungkas Jerry.
Seperti yang kita ketahui, polemik KCJB sekarang memasuki babak baru. Babak baru tersebut adalah permintaan dari Tiongkok untuk menjadikan APBN sebagai jaminan membayar utang dan bunga utang.
Padahal, sampai sekarang kereta cepat yang dibangga-banggakan oleh pemerintah ini belum dikatakan berhasil. Sebab, saat ini masih terkendala oleh berbagai hal, mulai dari pembiayaan yang membengkak, hingga pembebasan lahan yang tak kunjung bisa diselesaikan.
Nah, sekarang muncul lagi masalah baru akibat proyek ambius Presiden Jokowi dan Luhut Binsar Pandjaitan ini.