Tajukpolitik – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat mendampingi masyarakat Jorong Pigogah Patibubur, Nagari Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat dan Bidar Alam Kabupaten Solok Selatan, Sumbar mendatangi Komisi Nasional (Komnas) HAM RI, Senin (18/9).
Direktur Walhi Sumbar, Wengki Purwanto, meyampaikan kasus yang dialami oleh kedua kelompok masyarakat ini merupakan bukti negara masih mengenyampingkan hak masyarakat hukum adat. Klaim sepihak negara atas tanah kelola masyarakat adalah masalah yang tidak kunjung selesai.
“Negara sampai saat ini masih terlihat berwatak orde baru dalam menyelasikan konflik agraria,” kata Wengki dalam keterangan tertulis.
Atas hal tersebut, Walhi Sumbar meminta agar Komnas HAM ikut dalam penyelesaian konflik agraria kehutanan dan wilayah kelola masyarakat diselesaikan secara restorative justice (RJ).
“Negara harus menghormati, melindungi masyarakat di Nagari Air Bangis dan harus menghentikan proses kriminalisasi terhadap petani di Bidar alam,” ujarnya.
Konflik agraria yang dialami oleh warga Nagari Air Bangis muncul setelah pemerintah mencanangkan Proyek Strategis Nasional (PSN) pembangunan kilang minyak dan petrokimia di wilayah yang ditempati warga Nagarai Air Bangis dan Nagari Batahan. Pembangunan itu akan dilakukan oleh PT Abaco Pasifik Indonesia milik pengusaha Emil Abbas.
Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, mengeluarkan izin penggunaan lahan untuk proyek tersebut seluas 30 ribu hektare pada 2021. Dari jumlah itu, menurut Walhi, 10 ribu hektare diantaranya merupakan lahan budidaya pertanian masyarakat. Menurut Walhi, setidaknya terdapat 45 ribu warga terdampak proyek tersebut.
Sementara warga Bidar Alam mengalami konflik agraria dengan PT Ranah Andalas Plantation (RAP). PT RAP disebut menguasai tanah miliki masyarakat Nagari Bidar Alam tanpa hak.