Tajukpolitik – Pengamat Politik Hamdi Muluk, mengatakan kemungkinan besar pilpres berlangsung satu putaran. Ia mengatakan hal tersebut karena sejumlah lembaga survei mengungkapkan jika pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memperoleh angka di atas 50,1 persen.
“Kalau melihat dari kebanyakan lembaga survei yang kredibel, kalau kita buat Meta Analysis atas kecenderungan dari semua hasil jajak pendapat tersebut kisaran elektabilitasnya (pasangan Prabowo-Gibran) 43an hingga 48an persen. Potensi untuk satu putaran ada saja yang membutuhkan mungkin 50 persen lewat sedikit,” ujar Hamdi, Rabu (17/1).
Angka yang diungkap seluruh hasil survei terbaru sulit untuk berubah, lanjut dia, termasuk dampak dari swing voter. Jumlahnya menjelang pemilu tinggal kisaran 5-6 persen.
“Sementara waktu tersisa kurang lebih 28 hari lagi, sulit untuk kampanye mengubah preferensi pemilih,” tambah Hamdi.
Menurut dia sekalipun pasangan nomor urut dua itu gagal memperoleh suara di atas 50 persen, maka dapat dijadikan modal besar untuk berlaga di babak kedua.
Bahkan, pencapaian di putaran pertama dapat memikat pasangan yang gagal saingannya untuk bergabung.
“Ini berpotensi menggoda pasangan yang kalah untuk bergabung dengan Prabowo-Gibran, karena kemungkinan menangnya lebih besar,” jelas Hamdi.
Sekalipun dua pasangan rival Prabowo-Gibran itu berkoalisi, kata dia, untuk menang sangat sulit. Terlebih para politisi dalam koalisi lebih didorong aspek pragmatis.
“Karena kenyataannya koalisi berbasis idealisme (ideologis) itu tidak ada. Insentif elektoral pragmatis (kemungkinan menang di putaran kedua) lebih kuat memotivasi,” tutup Hamdi.
Keinginan agar pilpres berlangsung satu putaran pun sebenarnya harapan masyarakat agar bisa menghemat biaya, waktu dan tenaga.
Pasalnya, jika pilpres berlangsung selama dua putaran, hal itu akan turut menguras emosi rakyat. Betapa tidak, potensi keterbelahan pun menjadi ancaman.