Pasalnya, sebagian besar saham perusahaan tersebut dimiliki oleh konsorsium BUMN, yaitu PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai perusahaan utama.
“Kalaupun di awal ada indikasi mark up atau pelanggaran aturan hukum, hal itu tetap bisa dijangkau oleh mekanisme audit dan aparat penegak hukum,” tegas Sekretaris Jenderal Partai Demokrat ini.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi bahwa lembaganya tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam proyek tersebut.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa penyelidikan ini sudah dimulai sejak awal tahun 2025, namun bersifat tertutup karena masih berada pada tahap awal.
“Penyelidikan merupakan informasi yang dikecualikan dan belum dapat disampaikan ke publik,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Senin (27/10/2025).
Kasus ini mencuat setelah Mahfud MD sebelumnya mengungkap dugaan adanya mark up biaya pembangunan.
Ia menyebut, biaya pembangunan per kilometer di Indonesia mencapai 52 juta dolar AS, jauh lebih tinggi dibanding di China yang hanya sekitar 17–18 juta dolar AS.
Baca juga: Anggota DPR RI Tegaskan APBN Tak Boleh Jadi Penyangga Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh
KPK memastikan proses penyelidikan masih terus berjalan tanpa hambatan dan akan memanggil pihak-pihak terkait sesuai kebutuhan tim penyelidik.



