“Kami tidak menolak inovasi, tapi pendidikan tidak bisa dipukul rata. Anak-anak kelelahan dan waktu belajar agama berkurang drastis,” ujarnya.
Syarif juga menyoroti dampak sosial dan psikologis yang timbul.
Anak-anak yang pulang terlalu sore kehilangan waktu untuk beristirahat dan berinteraksi dengan keluarga.
“Kalau TPQ makin sepi, kita sedang kehilangan pondasi moral bangsa. Apakah itu pantas demi efisiensi waktu?” sindirnya.
Fraksi Demokrat, lanjutnya, mendorong pemerintah daerah melakukan evaluasi terbuka yang melibatkan ulama, praktisi pendidikan, dan masyarakat.
“Jangan sampai kebijakan ini justru memutus tradisi keilmuan pesantren dan TPQ yang menjadi ruh Jombang sebagai Kota Santri,” pungkasnya.



