Tajukpolitik – Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) akan mengingkatkan patroli siber dalam upaya berantas berita bohong atau hoaks pemilu yang juga meningkat hampir 10 kali lipat di tahun 2023 ini.
Hal ini diungkap Menkominfo Budi Arie Setiadi dalam jumpa pers bertajuk “Awas Hoaks Pemilu!” di Media Center Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Jumat (27/10).
“Sepanjang 2022 hanya terhadap 10 kasus, namun sepanjang Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023 terdapat 91 isu hoaks Pemilu. Berarti terjadi peningkatan hampir 10 kali lipat isu hoaks dibandingkan tahun lalu,” ujar Budi Arie.
Menyikapi fenomena ini, Budi Arie menyatakan keberadaan berita bohong tersebut tidak hanya menurunkan kualitas demokrasi namun berpotensi memecah belah bangsa.
“Catatan kami menunjukkan penyebaran hoaks dan disinformasi terkait pemilu paling banyak ditemukan di platform facebook yang Meta kelola,” kata Budi Arie.
Budi Arie membeberkan beberapa contoh yang beredar di platform digital. Seperti Disinformasi Prabowo Gagal Mencalonkan Diri sebagai Presiden Setelah MK Kabulkan Batas Usia, Disinformasi Komisi Pemilihan Umum Menolak Pendaftaran Ganjar Pranowo menjadi Capres karena Ingin Menjegal Anies Baswedan.
“Tidak hanya menyasar para bacapres dan bacawapres, isu hoaks dan disinformasi yang kami temukan turut menyasar reputasi KPU dan penyelenggaraan pemilu untuk menimbulkan distrust terhadap Pemilu kita,” tegas Budi Arie.
Untuk melawan itu, Budi Arie mengatakan Kominfo menyiapkan tiga langkah strategis.
“Pertama, kami akan lakukan peningkatan kesadaran masyarakat tentang bahaya hoax Pemilu dan pentingnya memverifikasi informasi dari sumber yang dapat dipercaya,” tutur Budi Arie.
Ia melanjutkan Kominfo juga melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum dan penyelenggara platform media sosial untuk mengidentifikasi dan menangani penyebaran konten.
“Ketiga, Kementerian Kominfo meningkatkan upaya patroli siber dan penerimaan aduan masyarakat terkait hoaks Pemilu,” tegas Budi Arie.
Ia mengakui langkah dan upaya tersebut tidak dapat serta merta menanggulangi peredaran konten hoax pemilu. Oleh karena itu, masyarakat diimbau jangan sampai terpancing berita sensasional yang berpotensi memicu emosi.
“Pastikan bahwa berita tersebut didasarkan pada fakta yang dapat dipertanggungjawabkan dan bukan hanya berdasarkan opini subjektif,” pungkas Budi Arie.