Tajukpolitik – Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) lemah mengawasi kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilihan umum (Pemilu).
Misalnya, kata Fadli, terkait dengan keterbatasan untuk mengakses Sistem Informasi Pencalonan (Silon) terkait pencalonan anggota parlemen yang telah didaftarkan ke KPU oleh partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024.
Fadli menyebut Bawaslu seperti ragu-ragu menjalankan kewenangan dalam pengawasan. Menurutnya, fungsi pengawasan harusnya dapat dijalankan jika langkah dan kebijakan KPU tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
“Kalau memang merasa punya problem, kan, seharusnya mereka tinggal panggil KPU. Jadikan tindakan KPU sebagai tindakan pelanggaran pemilu,” kata Fadli, Selasa (13/6).
Fadli mengingatkan putusan Bawaslu bersifat final dan mengikat. Oleh karena itu, wajib dijalankan KPU. Jika tidak demikian, dapat melapor ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai pelanggaran etik yang ujungnya berupa sanksi peringatan, pemberhentian tetap, maupun lainnya.
Ia berpendapat, masalah penyelenggaraan Pemilu 2024 disumbangkan pada penyelenggara pemilu yang lupa akan esensi institusi masing-masing.
Sementara itu, secara terpisah Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengungkap pihaknya hanya dapat mengakses Silon selama 15 menit.
Di samping itu, lanjut Bagja, pihaknya juga termasuk para jajaran pengawas pemilu tidak dapat memfoto indikasi pelanggaran, misalnya pada ijazah bakal calon anggota legislatif.
“Akses itu yang hanya bisa kita lihat, foto tidak boleh. Jadi bagaimana kita membawa itu? Ini, kan, termasuk dalam pidana,” tutur Bagja.
Sebelumnya, Bawaslu sempat bersurat ke KPU untuk bisa mengakses Silon, akan tetapi hingga hari ini KPU masih belum memberikan jawaban yang mengenakkan untuk Bawaslu.
Padahal, sebagai pengawas, Bawaslu berhak untuk mendapatkan data Silon tersebut.