TajukNasional Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana.
Permintaan ini disampaikan Jokowi sebagai tanggapan atas langkah cepat DPR yang membatalkan revisi Undang-Undang (UU) Pilkada setelah menerima kritik dan demo dari masyarakat.
Dalam keterangannya, Jokowi menyatakan, “Respons yang cepat adalah hal yang baik, sangat baik, dan harapan itu juga bisa diterapkan untuk hal-hal lain yang mendesak, seperti RUU Perampasan Aset,” sebagaimana dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden pada Selasa (27/8).
Ia menekankan pentingnya RUU tersebut untuk mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia.
RUU Perampasan Aset telah diusulkan pemerintah ke DPR sejak 2012, setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan kajian pada 2008.
RUU ini bertujuan untuk memperbaiki penegakan hukum pidana dengan mengubah tiga paradigma utama: pertama, aset hasil kejahatan dapat menjadi subyek hukum, kedua, mekanisme peradilan untuk tindak pidana menggunakan peradilan perdata, dan ketiga, putusan pengadilan tidak dikenakan sanksi pidana seperti pada pelaku kejahatan lainnya.
Pentingnya RUU ini terletak pada kemampuannya untuk memungkinkan perampasan aset tanpa harus menunggu putusan pidana terhadap pelaku, yang dikenal sebagai non-conviction based (NCB) asset forfeiture.
Pada 4 Mei 2023, pemerintah mengirimkan surat presiden (surpres) mengenai RUU Perampasan Aset ke DPR. Namun, hingga saat ini, dari enam rapat paripurna yang telah dilaksanakan, belum ada satu pun yang membahas hasil RUU tersebut.
Jokowi berharap dengan adanya dorongan dari respons cepat terhadap isu lain, DPR dapat mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi di tanah air.