TajukPolitik – Mantan sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Muhammad Said Didu menyebut, Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) sudah tak layak.
Seperti diketahui Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) belakangan ini kembali dipersoalkan lantaran pemerintah berencana menambah utang Rp8,63 triliun ke China untuk pembiayaannya.
“Sudah bisa dikatakan bahwa proyek ini tidak layak. Pasti proyek tidak layak, dan kita memang sudah menyatakan tidak layak dan tidak layak,” ungkapnya, dikutip tajuknasional.com dari kanal YouTube Manusia Merdeka – MSD pada Kamis (23/2).
Hal itu kata dia, terindikasi dari pemerintah yang telah turun tangan mengurusi KCJB ini.
“Jadi berbagai cara untuk menyiksa rakyat, demi suksesnya proyek ini. Ini proyek jebakan, proyek jebakan China. Sekarang jebakan itu sudah jadi,” jelasnya.
“Perlu dipertanyakan kenapa mengutang ke China, itukan pertanyaannya. Kalau proyek ini layak proyeknya sendiri dong yang pinjem. Gak perlu pemerintah terlibat,” lanjut Didu.
Ia menjelaskan, jebakan dimaksud dilakukan dengan enam tahap. Pertama memberi tawaran pengerjaan proyek lebih murah dari Jepang. Setelah itu Indonesia memberikan proyek KBCB ke China.
Ketiga, China meminta jaminan pemerintah Indonesia. Belakangan, keempat, harga dinaikkan berkali-kali, lalu akhirnya pemerintah mendanai dengan APBN lewat PMN.
Saat ini kata dia, keenam, pemerintah minta utang ke China dengan jumlah fantastis.
“Pemerintah dulu meminta China menjadi pemilik saham mayoritas. Tapi tidak mau. Itu menunjukkan dua hal, satu bahwa memang proyek ini tidak layak, dua China memang hanya mencari pelaksanaan keuntungan dari proyek,” terangnya.
Diketahui, pemerintah berencana menambah pembiayaan KCJB senilai Rp8,63 triliun. Jumlah yang fantastis itu, disebut akan didapatkan melalui utang luar negeri ke China.
Sebelumnya, proyek ini telah disorot karena janji pemerintah yang mulanya tidak akan menggunakan APBN untuk pembiayaan diingkari.
Tidak hanya itu, APBN yang digunakan tapi tidak cukup, malah ditambah lagi dengan utang luar negeri yang tak sedikit.
Proyek KCJB ini sebenarnya menjadi perebutan antara investor dari Jepang dan China. Namun dengan segala muslihatnya China mampu meyakinkan Jokowi dan menggarap proyek tersebut. Namun saat pelaksanaan timbulah masalah termasuk perjanjian yang tidak menggunakan APBN dilanggar. Bukan hanya itu namun biaya terus membengkak dan menjadi beban APBN.