TajukPolitik – Politisi Partai Demokrat, Yan Harahap mengomentari rencana pemerintah yang akan kembali menambah utang Rp696,4 triliun pada 2023 ini.
Sedangkan utang luar negeri Indonesia belakangan ini disoroti karena jumlahnya yang dinilai meroket sudah Rp7.733,9 triliun per Desember 2022.
Pria yang kerap membandingkan utang di masa Presiden Jokowi dan era Susilo Bambang Yudhoyono ini, menilai pemerintah makin ‘ugal-ugalan’.
Menurutnya, utang yang sudah menumpuk lalu ditambah lagi dengan jumlah yang tak sedikit. Hanya meninggalkan beban bagi generasi selanjutnya.
“Rezim terus menambah beban berat utang bagi generasi berikutnya. Makin ‘ugal-ugalan’,” kata Yan Harahap melalui cuitannya di Twitter yang dikutip tajuknasional.com, Jumat (10/2.
Penambahan jumlah utang ini, diketahui melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 90-95 persen dan 5-10 persen dari pinjaman.
Kementerian Keuangan mengatakan bahwa posisi utang pemerintah masih berada pada level yang aman walaupun semakin bertambah tiap tahunnya.
Terlebih lagi, jika dibandingkan dengan negara lainnya, baik dibandingkan dengan negara berkembang maupun negara maju, utang Indonesia relatif rendah.
Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat kebutuhan pembiayaan utang pada tahun 2023 ini mencapai Rp 696,4 triliun.
Direktur Jendral Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Suminto mengatakan, dari total kebutuhan pembiayaan utang tersebut, sebanyak 90% hingga 95% akan dipenuhi melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) dan sisanya 5% hingga 10% akan dipenuhi melalui pengadaan utang baik pinjaman dalam negeri maupun luar negeri.
Untuk SBN sendiri antara 69% sampai 75% akan kami penuhi melalui SBN domestic non ritel. 10% sampai 15% untuk SBN ritel dan SBN valas sebanyak 13% sampai 16%,” tutur Suminto saat melakukan rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (7/2).
Adapun Dia menjelaskan, pihaknya akan terus melakukan pendalaman pasar SBN domestik dan perluasan basis investor menuju kemandirian pembiayaan melalui peningkatan penerbitan SBN ritel.
Saat pemerintahan SBY mampu melunasi utang negara kepada IMF, sedangkan era Jokowi tidak satupun utang yang terbayar tetapi terus menambah utang. Bahkan kembali mulai utang kepada IMF yang sudah dilunasi oleh SBY.