TajukPolitik – Wacana sistem pemilu proporsional terbuka akan diubah mejadi sitem proporsional tertutup bergulir. Wacana ini menimbulkan dinamika di perpolitikan Indonesia menjelang Pemilu 2024.
Dalam sejarah Pemilu di Indonesia hanya terdapat 2 sistem yang diterapkan. Kedua sistem itu adalah proporsional tertutup dan proporsional terbuka.
Sistem proporsional tertutup membuat rakyat sebagai pemilih hanya bisa memilih partai politik. Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih tidak bisa mengetahui dan tidak bisa memilih secara langsung calon anggota legislatif (Caleg) terpilih yang bakal menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Dengan sistem itu, walaupun pemilih yang memberikan suara kepada salah satu calon, maka suara tersebut menjadi suara partai politik pengusung. Suara partai politik yang telah mencapai ambang batas kursi akan diberikan kepada para calon yang diusung berdasarkan nomor urut.
Dalam sistem proporsional tertutup, partai politik mengajukan daftar calon yang disusun berdasarkan nomor urut. Nomor urut itu nantinya ditentukan oleh partai politik. Sementara, penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut. Sistem proporsional tertutup diterapkan dalam Pemilu 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, dan 1999.
Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka sejak Pemilu 2004 buat memilih calon anggota legislatif (Caleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Dengan penerapan sistem proporsional terbuka, pemilih diberikan kewenangan memilih caleg yang dikehendaki sesuai daftar caleg yang ada di masing-masing partai politik peserta Pemilu.
Komitmen SBY Menjaga Demokrasi
Pada Pemilu 2009, Â berdasarkan putusan MK NOMOR 22-24/PUU-VI/2008, penentuan kursi di legislatif berdasarkan suara terbanyak. Maksudnya adalah ketika suatu partai politik peserta Pemilu mendapatkan kursi di suatu daerah pemilihan (dapil) maka yang memperolehnya adalah caleg dengan perolehan suara terbanyak. Â Sistem proporsional terbuka yang digunakan memberikan keleluasaan baik bagi caleg maupun pemilih.
Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menyebut keputusan untuk tidak lagi menerapkan sistem nomor urut sebagai kemajuan dalam demokrasi. Dengan proporsional terbuka maka hanya calon legislator yang memperoleh suara dukungan paling banyak dan membuka lebih besar peluang bagi kaum wanita untuk akhirnya duduk di DPR dan DPRD.
“Jadi siapa pun yang ingin menjadi anggota legislatif ya harus berjuang menyampaikan pandangan, konsep dan komitmennya kepada rakyat. Dengan demikian rakyat yakin yang dipilih itu memang berjuang untuk kepentingan mereka dan bukan untuk kepentingan partai,” kata SBY, Rabu (13/8/2008) lalu.
Selama 10 tahun menjabat, SBY melaksanakan upaya konstruktivis untuk membawa demokrasi Indonesia ke arah yang lebih baik. SBY berhasil dalam mengimplementasikan nilai demokrasi di Indonesia.
Kinerja demokrasi di Indonesia masuk dalam golongan sedang atau medium performing democracy. Pasca reformasi ada kecenderungan iklim demokrasi Indonesia terus membaik. Kebebasan sipil di Indonesia memiliki ruang yang cukup.
SBY paham, dalam sistem presidensil seperti yang dianut Indonesia, presiden memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas demokrasi. Sebabnya, presiden memiliki kewenangan legislasi yang bisa menentukan arah demokrasi.
(dcn)