TajukPolitik – Bagi sebagian orang, politik itu laksana perang. Tujuan utamanya adalah kemenangan. Tapi hal yang demikian tidak menjadi bagian dari prinsip seorang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Bagi SBY, hasil bukanlah segala-galanya. Tapi, cara dan proses yang baik dan santun, itulah yang diutamakan. Baginya, menang dan kalah dalam politik merupakan bagian dari pendidikan dan pendewasaan politik.
Perilaku santun juga ditunjukkan SBY dengan memajang foto semua Presiden Indonesia sejak awal, mulai dari Soekarno hingga dirinya. Pada era pemerintahan SBY, hamper di setiap ruang kerja Presiden dan Kabinet, terpampang semua foto-foto itu.
Bahkan, foto-foto itu turut menghiasi hampir semua tempat di Istana Negara. Dalam komunikasi publik pun, SBY tidak pernah menjelakkan pendahulunya, terlepas dari kekurangan mereka. SBY hanya akan menyebut nama mantan Presiden apabila merujuk pada hal-hal yang positif.
SBY menorehkan prestasi tanpa harus menjatuhkan pemimpin sebelumnya. SBY menyadari, prestasinya sepenuhnya tergantung pada kemampuan dirinya.
Kendati demikian, seringkali, dalam berbagai kesempatan, SBY juga memberikan penghargaan kepada pemerintah terdahulu dengan mengatakan bahwa “prestasi A” adalah hasil kerja yang berkesinambungan dan karenanya merupakan prestasi bersama.
“Menjelekkan para pendahulu tidak akan membuat diri kita lebih bagus,” kata SBY.
Selain berpolitik santun, sportivitas juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari leadership seorang SBY. Lihat saja ketika SBY hendak dilantik menjadi Presiden RI ke-6 pada tahun 2004.
Beberapa hari sebelum pelantikan Presiden, terjadi perdebatan sengit mengenai ada tidaknya pidato Presiden. Sebagai presiden pertama yang dipilih secara demokratis, tentu SBY ingin menyampaikan pidato di hari bersejarah tersebut.
Tapi MPR kala itu meniadakan pidato Presiden pada momen pengangkatan sumpah dan pelantikan Presiden terpilih. SBY pun menghormati keputusan MPR tersebut.
“Bagi saya, yang penting adalah menjaga kehormatan acara itu. Acara ini adalah acara kenegaraan yang sangat simbolis dan akan dicatat sejarah, bukan siding ligislatif biasa. Saya tidak ingin acara itu diganggu atau ternoda. Kita harus memperlihatkan dignity kita kepada rakyat dan dunia internasional,” ungkap SBY mantap.
Semangat sportivitas juga ditularkan SBY saat transisi kepemimpinannya. Di tengah Pemilu 2014 yang “hangat, SBY mempertemukan calon presiden kala itu, Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi).
Pada 27 Juli 2014, di Istana Negara, dalam pidatonya SBY mengingatkan pentingnya persatuan dan persaudaraan di antara anggota masyarakat.
“Harganya amat mahal jika sebuah bangsa terpecah. Untuk menyatukannya Kembali bukan sesuatu yang mudah,” nasihat SBY.
Menjaga demokrasi dengan cara yang santun dan sportif, Indonesia di bawah kepemimpinan SBY diakui oleh komunitas internasional berhasil melaksanakan konsolidasi demokrasi dan menjadi yang terbaik di Asia dan Afrika.
(dcn)