TajukPolitik – Komitmen Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pemberantasan korupsi tidak diragukan lagi. Era SBY tercatat sebagai pemberantasan korupsi paling progresif di dunia.
Bagi seorang SBY, hukum adalah tentang kebenaran dan keasilan. Kader, kolega dan politik sekalipun tidak boleh merubah itu.
Berdasarkan data Stable Trend and Continue Increasing-ASEAN yang dirilis oleh KPK menunjukkan suatu tren yang sangat bagus pada era SBY.
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia melampui pecapaian China, yang selama 19 tahun hanya bisa naikkan 5 poin dari 34 ke 39. Jika dihitung dalam kurun waktu yang sama Indonesia naik dari 17 ke 38, naik 21 poin.

Komitmen SBY dalam hal pemberantasan korupsi bisa dilihat dari langkah konkret dan kebijakan yang bisa diukur secara transparan.
Dalam lima tahun awal pemerintahannya, SBY menandatangani 138 izin pemeriksaan kasus korupsi terhadap penyelenggara negara.
Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi dalam sejarah Indonesia pada saat itu. Selain itu, baru di era SBY penegakan hukum antikorupsi bisa menyentuh pejabat negara hingga mantan menteri, gubernur, bupati/wali kota, anggota DPR, DPRD, dan pejabat tinggi lainnya.
Pada tahun 2007, pemerintahan SBY mengesahkan UU 6/2007 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption (UN CAC) yang telah diratifikasi di tahun 2003.
Perlu dipahami bahwa definisi korupsi di UN CAC jauh lebih luas daripada UU Antikorupsi 31/1999 jo 20/2001, karena telah memasukkan korupsi oleh swasta.
Untuk meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi sejalan dengan UNCAC, lebih lanjut Pemerintah Indonesia juga menetapkan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) melalui Perpres No. 55 Tahun 2012 tentang Stranas PPK Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Stranas PPK Jangka Menengah Tahun 2012-2014.
Perpres ini bukan saja memberikan arah bagi kebijakan antikorupsi di seluruh institusi pemerintah, baik pusat maupun daerah tapi juga memberikan kejelasan ukuran bagi upaya-upaya antikorupsi di Indonesia melalui sejumlah indikator keberhasilan yang capaiannya ditargetkan meningkat setiap tahun.
Berhasil atau tidaknya implementasi Stranas PPK, diukur berdasarkan tiga indikator kinerja utama, yaitu Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia, kesesuaian antara pengaturan antikorupsi di Indonesia dengan Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC), serta Sistem Integritas Nasional.
Komitmen pemerintahan SBY juga terlihat dari diterbitkannya PP 99/2012 yang memperketat pemberian remisi. Hanya bagi koruptor yang berperan sebagai justice collaborator yang diberi kelonggaran, selebihnya tidak ada ampun.
Langkah nyata SBY dalam pemberantasan korupsi pun mendapat apresiasi dari Forum Anti Korupsi ke-4 merupakan agenda tahunan yang diselenggarakan IACF. SBY dianggap telah meletakkan dasar kebijakan penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, yang tertuang dalam kebijakan yang telah dibuat, antara lain: (1) ratifikasi, implementasi, dan country review Konvensi PBB Anti Korupsi, (2) penetapan Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi beserta Inpres tahunan pelaksanaannya, (3) Open Government Partnership, serta (4) reformasi birokrasi yang telah memberikan hasil nyata selama 10 tahun kepemimpinannya.
SBY adalah pemimpin yang memastikan hukum berjalan dan ditegakkan dengan memenuhi rasa keadilan. Seperti kata SBY, “Money can buy many things, but not everything. Mungkin hukum bisa dibeli, tapi tidak untuk keadilan”.
Komitmen SBY dalam hal pemberantasan korupsi menjadi salah satu faktor dari sekian banyak alasan rakyat merindukan kepemimpinan SBY.