TAJUKNASIONAL.COM Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) mencatat baru sekitar 600 korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah dipulihkan negara dari sisi pemenuhan hak untuk memperoleh manfaat.
Jumlah tersebut dinilai masih sangat kecil jika dibandingkan dengan total korban yang telah teridentifikasi.
Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Kementerian HAM, Munafrizal Manan, mengungkapkan bahwa para korban yang telah menerima pemulihan tersebut berasal dari 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui oleh pemerintah.
“Namun itu masih kurang dari 10 persen dari sekitar 7.000 korban yang sudah teridentifikasi,” ujar Munafrizal dalam acara Peluncuran dan Publikasi Peta Jalan Menuju Penyelesaian Kasus-Kasus Pelanggaran HAM yang Berat di Masa Lalu di Jakarta, Senin.
Baca Juga: Banjir Sumatera Disorot, Presiden Prabowo Perintahkan Tindak Tegas Pembalakan Liar
Ia menegaskan, angka tersebut menunjukkan bahwa penyelesaian pelanggaran HAM berat masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi bangsa Indonesia.
Menurut Munafrizal, kasus-kasus pelanggaran HAM berat ibarat berada dalam sebuah labirin, karena berbagai upaya telah ditempuh, namun jalan keluar yang final belum juga ditemukan.
“Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masih menjadi warisan sejarah yang belum sepenuhnya bisa kita tuntaskan,” katanya.
Sebagai langkah strategis, Kementerian HAM meluncurkan Peta Jalan Menuju Penyelesaian Kasus-Kasus Pelanggaran HAM yang Berat di Masa Lalu.
Dokumen ini menjadi bentuk penegasan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat secara berkelanjutan dan berkeadilan, dengan fokus pada pemulihan hak korban.
Baca Juga: Presiden Prabowo dan MBS Bahas Pembangunan Perkampungan Haji untuk Indonesia
Munafrizal menjelaskan bahwa Indonesia sebelumnya pernah menempuh jalur penyelesaian yudisial terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
Namun dalam praktiknya, proses tersebut menghadapi kendala serius, terutama dalam pembuktian, sehingga tidak ada satu pun pelaku yang dijatuhi hukuman.
“Kasus seperti Timor-Timur, Abepura, Tanjung Priok 1984, dan Paniai telah ditempuh melalui mekanisme yudisial, tapi pada akhirnya tidak ada pelaku yang dihukum. Dari perspektif keadilan, tentu ini juga menyisakan pertanyaan bagi korban dan keluarganya,” tuturnya.
Ia menambahkan, penyusunan peta jalan tersebut baru dimulai sejak pertengahan tahun 2025 dan dilakukan secara intensif serta berkesinambungan.



