TAJUKNASIONAL.COM Pemerintah tengah mengkaji kembali rencana redenominasi rupiah, yakni penyederhanaan satuan nilai mata uang tanpa mengubah daya belinya. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, kebijakan ini berpotensi mendorong kenaikan inflasi dan karena itu perlu dikaji secara matang sebelum diimplementasikan.
Saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (10/11/2025), Airlangga mengatakan bahwa pembahasan teknis mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Rupiah belum dilakukan secara detail. Namun, ia mengakui kebijakan tersebut tidak lepas dari dampak ekonomi yang akan timbul.
“Kita belum bahas, tetapi pasti akan berdampak pada inflasi,” ujar Airlangga singkat.
Baca Juga: Menko Airlangga Bahas Kerja Sama Maritim dan Ekonomi Strategis dengan Rusia
Rencana redenominasi rupiah kembali mencuat setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029, yang menetapkan target penyelesaian RUU Redenominasi pada tahun 2027.
Kebijakan ini digagas oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai bagian dari upaya reformasi sistem keuangan nasional. Dalam beleid tersebut disebutkan bahwa redenominasi merupakan “RUU luncuran” dari periode sebelumnya, yang akan diselesaikan dalam jangka menengah.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memastikan pelaksanaan redenominasi akan dilakukan secara bertahap dan mempertimbangkan berbagai aspek seperti stabilitas politik, sosial, ekonomi, dan kesiapan teknis.
“BI akan tetap fokus menjaga stabilitas nilai rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi selama proses redenominasi berlangsung,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso dalam keterangan tertulisnya.
Sebagai informasi, redenominasi adalah langkah penyederhanaan penulisan nilai mata uang dengan menghapus beberapa angka nol tanpa mengubah nilai tukarnya. Misalnya, Rp1.000 menjadi Rp1, namun nilainya tetap sama.
IKUTI BERITA TERBARU TAJUK NASIONAL, MELALUI MEDIA SOSIAL KAMI



