TAJUKNASIONAL.COM Polemik internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memasuki babak baru. Dualisme PPP kian nyata setelah dua kubu yang berseteru, yakni kubu Agus Suparmanto dan kubu Muhammad Mardiono, resmi mendaftarkan hasil Muktamar X masing-masing ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Pada Rabu (1/10/2025) sore, Sekretaris Jenderal PPP versi Agus, Taj Yasin Maimoen atau Gus Yasin, memimpin langsung penyerahan berkas ke Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, Jakarta.
Ia hadir bersama Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Muhammad Romahurmuziy (Romy), dan Ketua DPW PPP Jawa Timur, Musyaffa Noer.
“Pada hari ini, jam 4 sore, kami mendaftarkan hasil Muktamar X PPP. Ada tujuh berkas yang kami serahkan dan alhamdulillah sudah lengkap semuanya,” kata Gus Yasin.
Baca Juga: Anggota DPR RI Partai Golkar: Pejabat Jangan Seenaknya Pakai Sirene dan Strobo di Jalan Raya
Menurutnya, dokumen yang diserahkan mencakup permintaan pengesahan AD/ART, SK kepengurusan, daftar hadir, foto, berita acara rapat formatur, konsideran hasil dokumentasi Muktamar, hingga surat dari Mahkamah Partai.
“Yang baru kami daftarkan baru Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal saja, yaitu Mas Agus Suparmanto dan saya sendiri,” jelasnya.
Sementara itu, kubu Muhammad Mardiono juga tak tinggal diam.
Wakil Sekretaris Jenderal PPP periode 2020–2025, Rapih Herdiansyah, menegaskan bahwa pihaknya lebih dulu mendaftarkan kepengurusan hasil Muktamar X yang digelar di Ancol pada Senin (30/9/2025).
“Kami sudah melakukan pendaftaran sejak Senin kemarin,” ungkap Rapih.
Ia menambahkan, pengajuan kepengurusan yang menetapkan Mardiono sebagai ketua umum periode 2025–2030 dilakukan sesuai mekanisme dan AD/ART.
Menurutnya, hanya pengurus lama yang berhak mengajukan permohonan ke Kemenkumham.
Baca Juga: Resmi Dibuka! Pendaftaran CPNS & PPPK 2025, Ini Jadwal Lengkapnya!
Rapih juga menekankan bahwa pemilihan Mardiono secara aklamasi telah sesuai aturan.
“Mulai dari mekanisme pembentukan panitia OC dan SC, sampai aturan soal syarat calon ketua umum, semuanya jelas dalam AD/ART,” ujarnya.
Dengan demikian, peta politik PPP pasca-Muktamar X semakin kabur.
Dua kubu sama-sama merasa sah sebagai pemegang tongkat kepemimpinan partai berlambang Ka’bah tersebut.
Kondisi ini menambah daftar panjang konflik internal PPP yang kerap terjadi sejak era reformasi.