TAJUKNASIONAL.COM – Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Aimah Nurul Anam, mengungkapkan kekhawatiran atas lonjakan harga beras yang semakin membebani masyarakat.
Menurutnya, situasi ini mengindikasikan adanya peran mafia pangan yang secara terang-terangan melawan kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok.
“Negara kita negara agraris, petani kita ada di mana-mana, tapi rakyat beli beras susah, mahal,” tegas Mufti dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan Budi Santoso di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Baca juga: DPR Sampaikan Maaf dan Janjikan Evaluasi Menyeluruh
Mufti menyoroti fenomena langkanya beras dengan harga terjangkau di pasaran. Ia mengungkapkan bahwa laporan media massa menemukan beras merek Topi Koki kini dijual dengan harga Rp140 ribu per kemasan, sementara beras medium dan premium yang dijual dengan harga pemerintah sulit ditemukan.
“Bahkan kami coba cek di toko modern, beras murah tidak ada, yang ada hanya beras mahal. Ini alarm bagi pemerintah,” ujarnya.
Politisi PDI Perjuangan itu menambahkan bahwa setiap kali Kementerian Perdagangan atau Satgas Pangan turun ke lapangan, harga justru melonjak.
Hal ini dinilainya sebagai indikasi kuat bahwa jaringan mafia pangan bekerja secara terorganisir.
“Semakin ada kebijakan, semakin Satgas turun ke lapangan, justru mereka melawan dengan membuat harga baru bahkan sampai Rp150 ribu. Ini kan jelas-jelas perlawanan terhadap negara,” ungkap Mufti dengan nada tegas.
Mufti mendesak Kementerian Perdagangan dan aparat penegak hukum untuk mengambil langkah konkret dan tegas dalam membongkar jaringan mafia pangan.
Baca juga: Profil Laras Faizati, Tersangka Provokasi Demo yang Bekerja di Sekretariat Parlemen ASEAN
Tanpa penindakan serius, anggaran tambahan Kemendag tahun 2026 sebesar Rp1,9 triliun yang dialokasikan untuk stabilisasi harga pangan akan sia-sia.
Data Badan Pangan Nasional per Agustus 2025 menunjukkan rata-rata harga beras medium nasional mencapai Rp14.700 per kilogram, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) pemerintah yang ditetapkan sebesar Rp12.500 per kilogram.
Di sejumlah daerah, harga bahkan mendekati Rp16.000 per kilogram, seperti yang dikeluhkan Mufti.
Kondisi ini juga memicu inflasi pangan yang pada Juli 2025 tercatat sebesar 5,21 persen secara tahunan.
Dampaknya, daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah, semakin tertekan.
Di tengah kritik kerasnya, Mufti tetap memberikan apresiasi kepada Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan harga gabah kering panen sebesar Rp6.500 per kilogram. Menurutnya, kebijakan ini menguntungkan petani.
“Petani senang dengan harga Rp6.500. Tapi di sisi lain, masyarakat tetap kesulitan mencari beras dengan harga wajar,” tandasnya.
Baca dan Ikuti Media Sosial Tajuk Nasional, KLIK DISINI