TAJUKNASIONAL.COM – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menegaskan bahwa peringatan 80 tahun Indonesia merdeka sekaligus 27 tahun reformasi harus menjadi momentum refleksi mendalam mengenai arah demokrasi bangsa.
Menurutnya, demokrasi Indonesia tidak boleh lagi berhenti pada dimensi prosedural, melainkan harus dimaknai lebih substansial sebagai instrumen mencapai tujuan bernegara.
“Selama ini kita cenderung menempatkan demokrasi sebatas simbol dan prosedur. Misalnya adanya pemilu, kebebasan pers, dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan. Itu semua penting, tetapi demokrasi sejatinya bukan tujuan akhir, melainkan alat untuk mencapai cita-cita negara,” tegas Doli dalam keterangan videonya yang dikutip Parlementaria, Selasa (19/8/2025).
Dari Demokrasi Terpimpin hingga Era Reformasi
Doli menjelaskan bahwa sejak kemerdekaan 1945, Indonesia selalu menggunakan konsep demokrasi dalam berbagai bentuk.
Baca juga: Legislator Nasdem Soroti Pengalihan Anggaran Pendidikan untuk MBG
Pada era Presiden Soekarno muncul konsep Demokrasi Terpimpin, sedangkan pada masa Presiden Soeharto lahir istilah Demokrasi Pancasila atau Demokrasi Pembangunan.
Namun, menurutnya, standar demokrasi baru benar-benar dirasakan setelah reformasi 1998.
“Tragedi 1998 melahirkan reformasi yang membuat rakyat lebih banyak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, termasuk melalui pemilu langsung baik legislatif, presiden, maupun kepala daerah. Itu kemajuan besar. Tetapi setelah enam kali pemilu, kita harus bertanya, apakah demokrasi yang kita jalankan ini benar-benar mendekatkan bangsa kepada cita-cita kemerdekaan?” ujar politisi Partai Golkar ini.
Demokrasi sebagai Instrumen Bernegara
Doli menekankan bahwa keberhasilan demokrasi tidak cukup diukur dari rutinitas rakyat memilih dalam pemilu.
Yang lebih penting adalah apakah hasilnya membawa bangsa Indonesia menjadi lebih adil, sejahtera, cerdas, dan berdaulat.
“Tujuan bernegara kita sudah jelas tercantum dalam Pembukaan UUD 1945: melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, serta ikut menjaga ketertiban dunia berdasarkan keadilan dan perdamaian abadi. Demokrasi harus digunakan sebagai instrumen untuk mencapainya,” tegas mantan Ketua Komisi II DPR RI periode 2019–2024 itu.
Ia menambahkan, demokrasi substansial berarti demokrasi yang melahirkan masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah SWT.
Karena itu, demokrasi tidak boleh menjadi ruang pragmatisme politik, tetapi harus menghasilkan peradaban yang berintegritas, berkeadilan, dan mensejahterakan rakyat.
Momentum Emas Fase Kedua Reformasi
Menurut Doli, perjalanan demokrasi Indonesia selama 27 tahun reformasi memang menunjukkan kemajuan, namun masih berjalan lambat. Karena itu, Indonesia perlu melakukan lompatan besar.
Baca juga: Fraksi Demokrat Ingin APBN Sentuh Kebutuhan Masyarakat
“Dalam teori ilmu sosial-politik, 20–25 tahun merupakan masa krusial untuk melakukan perubahan mendasar. Indonesia kini memasuki usia 27 tahun reformasi, dan 80 tahun merdeka. Ini momentum emas untuk melakukan koreksi sistem politik dan ketatanegaraan agar lebih substansial,” katanya.
Doli juga menyinggung isu hangat yang sedang diperdebatkan, seperti sistem pemilu, mekanisme pilkada langsung atau kembali ke DPRD, hingga format pemilu serentak.
Ia menegaskan bahwa semua isu tersebut harus menjadi bahan diskusi terbuka dengan melibatkan banyak pandangan.
“Diskusi tentang demokrasi tidak boleh dihentikan oleh satu pandangan atau keputusan sepihak. Sebaliknya, harus dibuka seluas-luasnya agar kita memiliki banyak alternatif dan kesepakatan yang kokoh untuk membangun sistem politik yang lebih baik,” jelasnya.
Optimisme Membangun Demokrasi Substansial
Menutup pandangannya, Doli optimistis bahwa pembenahan sistem politik dan demokrasi akan berdampak pada seluruh sektor pembangunan bangsa.
“Kalau sistem politik dan sistem hukum kita sehat, pembangunan di bidang lain akan ikut terdorong. Karena itu, kita perlu menata demokrasi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan bernegara. Kalau itu bisa kita lakukan, 25 hingga 27 tahun ke depan kita bisa memasuki fase kedua reformasi dengan lompatan besar menuju Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan berdaulat,” pungkasnya.