Wajib Baca 20 Buku: Syarat Kelulusan SMA di Sulbar yang Tuai Pro dan Kontra
Latar Belakang Kebijakan Baru Pendidikan di Sulawesi Barat
Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat baru-baru ini menerapkan kebijakan baru dalam dunia pendidikan yang menarik perhatian publik secara nasional. Dalam rangka meningkatkan budaya literasi dan memperkuat karakter pelajar, Gubernur Sulawesi Barat, Dr. H. Suhardi Duka, mengeluarkan surat edaran resmi yang mewajibkan seluruh siswa SMA/SMK sederajat membaca minimal 20 buku sebagai syarat kelulusan.
Kebijakan ini merupakan bagian dari Gerakan Peningkatan Literasi Masyarakat yang dicanangkan oleh pemerintah daerah. Dalam konteks global dan nasional, peningkatan literasi bukan hanya sebuah pilihan, tetapi kebutuhan mendesak dalam membentuk generasi muda yang cerdas, kritis, dan berdaya saing.
Surat Edaran Resmi Gubernur Suhardi Duka
Surat Edaran bernomor 000.4.14.1/174/11/2–25 ini diterbitkan pada pertengahan Juli 2025, dan telah diedarkan kepada seluruh kepala daerah, perangkat daerah, serta instansi vertikal di wilayah Sulbar.
Tujuan Kebijakan
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah:
Mendorong siswa agar memiliki kebiasaan membaca sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Membentuk karakter siswa yang berwawasan luas dan menghargai nilai-nilai sejarah serta budaya lokal.
Menjadikan literasi sebagai bagian integral dari proses pembelajaran di sekolah.
Pihak yang Terlibat
Surat edaran ini melibatkan:
Kepala daerah dan dinas pendidikan kabupaten/kota.
Kepala sekolah SMA/SMK sederajat.
Guru mata pelajaran dan wali kelas.
Perpustakaan sekolah dan komunitas literasi lokal.
Dengan melibatkan semua pihak, diharapkan pelaksanaan kebijakan ini dapat berjalan konsisten dan efektif.
Penjabaran Teknis Syarat Membaca 20 Buku
Jenis Buku yang Diperbolehkan
Buku yang dapat dibaca oleh siswa harus memenuhi kriteria edukatif dan bernilai moral. Adapun jenis-jenis buku yang disarankan antara lain:
Buku sejarah Indonesia dan daerah.
Biografi tokoh nasional dan tokoh lokal.
Buku fiksi yang memiliki nilai karakter.
Buku non-fiksi seperti ensiklopedia, motivasi, dan pengetahuan umum.
Dua buku di antaranya telah ditetapkan sebagai buku wajib, yaitu biografi Andi Depu dan Baharuddin Lopa.
Metode Evaluasi dan Pelaporan
Untuk memastikan siswa benar-benar membaca, sekolah diwajibkan mengembangkan sistem evaluasi yang objektif, antara lain:
Penulisan resensi buku.
Presentasi atau diskusi kelompok.
Pembuatan video review atau podcast singkat.
Pengisian jurnal literasi harian atau mingguan.
Guru akan memberikan nilai dan mengarsipkan bukti evaluasi sebagai bagian dari syarat kelulusan akhir.
Buku Wajib Tentang Tokoh Lokal Sulbar
Andi Depu
Andi Depu adalah pahlawan perempuan dari Mandar yang dikenal atas keberaniannya menentang penjajahan. Buku tentang Andi Depu dipilih karena relevan dalam membentuk karakter kepemimpinan dan keberanian, terutama bagi siswa perempuan.
Baharuddin Lopa
Baharuddin Lopa merupakan tokoh hukum dan keadilan dari Polewali Mandar. Buku tentang Lopa tidak hanya memberikan inspirasi moral, tetapi juga menanamkan nilai kejujuran, integritas, dan profesionalisme dalam menghadapi tantangan hidup.
Tugas dan Peran Sekolah dalam Implementasi
Dalam pelaksanaan kebijakan syarat kelulusan SMA di Sulbar dengan kewajiban membaca 20 buku, sekolah memegang peran sentral. Peran ini tidak hanya administratif, tetapi juga edukatif dan strategis. Pihak sekolah harus menyiapkan lingkungan literasi yang kondusif, menyediakan sumber daya, serta membimbing siswa agar tujuan kebijakan tercapai secara menyeluruh.
Langkah-langkah yang bisa dilakukan sekolah antara lain:
Menyusun jadwal literasi sekolah: Misalnya, satu jam per minggu secara konsisten digunakan untuk aktivitas membaca dan mendiskusikan buku.
Mengadakan program “Satu Bulan Satu Buku”: Strategi ini dapat membantu siswa menyelesaikan target membaca dalam satu tahun ajaran.
Kolaborasi dengan perpustakaan dan komunitas literasi lokal: Untuk memperkaya sumber bacaan dan menjangkau siswa di daerah terpencil.
Penggunaan platform digital literasi: Sekolah dapat mendorong siswa membaca e-book melalui platform seperti iPusnas, Perpusnas Digital, dan lainnya.
Dengan pendekatan aktif dan kreatif, pihak sekolah tidak hanya memenuhi tuntutan administratif tetapi juga menciptakan budaya baca yang berkelanjutan.
Dampak Kebijakan Terhadap Pelajar
Kebijakan ini memiliki berbagai dampak terhadap siswa SMA/SMK di Sulbar, baik secara akademik maupun non-akademik. Berikut beberapa dampak yang telah dan diprediksi akan terjadi:
✅ Dampak Positif
Peningkatan kemampuan literasi dasar, seperti membaca cepat, memahami konteks, dan menulis ringkasan.
Peningkatan kepercayaan diri siswa saat berdiskusi, presentasi, atau menulis opini berdasarkan buku yang dibaca.
Pembentukan karakter dan etika, karena banyak buku yang dibaca mengandung nilai moral dan budaya.
Kecintaan terhadap buku meningkat, terutama pada siswa yang awalnya kurang suka membaca.
⚠️ Dampak Negatif (Jika Tidak Diantisipasi)
Beban tambahan bagi siswa yang belum terbiasa membaca.
Potensi ketidakmerataan pelaksanaan di sekolah yang kekurangan fasilitas buku.
Resistensi dari orang tua atau siswa karena dianggap memberatkan kelulusan.
Karena itu, pendekatan kebijakan ini perlu disertai edukasi publik dan dukungan penuh dari semua pihak.
Tantangan dan Solusi dari Pemerintah Daerah
Implementasi kebijakan tentu tidak lepas dari tantangan, terutama mengingat kondisi geografis dan fasilitas pendidikan yang berbeda-beda di tiap daerah di Sulbar. Namun, Pemerintah Provinsi telah menyiapkan beberapa solusi, di antaranya:
Tantangan | Solusi yang Dilakukan |
---|---|
Akses terbatas terhadap buku fisik di daerah terpencil | Menyediakan perpustakaan keliling dan digitalisasi koleksi buku |
Kurangnya tenaga pengajar literasi | Pelatihan intensif bagi guru dan pustakawan sekolah |
Tidak semua siswa terbiasa membaca | Mengintegrasikan kebiasaan membaca dalam kegiatan sekolah harian |
Evaluasi siswa sulit diverifikasi | Panduan teknis standar penilaian dari Dinas Pendidikan Sulbar |
Upaya konkret seperti penyediaan bantuan buku, pelatihan literasi digital, serta kerja sama dengan platform nasional juga sedang dijajaki untuk mendukung kelancaran program ini.
Perspektif Publik dan Tanggapan Masyarakat
Respons publik terhadap kebijakan ini beragam. Di media sosial dan berbagai forum pendidikan, banyak yang memuji langkah Gubernur Suhardi Duka sebagai inovatif dan visioner, karena memperhatikan aspek pembentukan karakter siswa, bukan hanya nilai akademik.
Namun, ada pula yang mengkritik:
Bahwa kebijakan ini memberatkan siswa yang sudah memiliki beban akademik tinggi.
Perlu adanya pemerataan infrastruktur literasi terlebih dahulu.
Meski demikian, sebagian besar masyarakat mendukung kebijakan ini karena diyakini dapat membawa perubahan besar dalam pola pikir generasi muda.