Sabtu, 22 Februari, 2025

Anggap Kinerja Menteri HAM Tidak Optimal, PKB Minta Pigai Ambil Sikap Tegas dalam Kasus Rempang

TajukNasional Menteri Hak Asasi Manusia (Menteri HAM) Natalius Pigai mendapat sorotan terkait minimnya progres dalam penanganan dugaan pelanggaran HAM dalam proyek strategis nasional (PSN) Pulau Rempang. Hingga 100 hari kinerjanya, belum ada langkah konkret yang menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyelesaikan persoalan ini.

“Dalam lima tahun terakhir, berbagai proyek strategis nasional telah memunculkan dugaan pelanggaran HAM, mulai dari dugaan kekerasan oleh aparat, teror, hingga ancaman fisik. Namun, sejauh ini belum ada tindakan signifikan dari Menteri HAM untuk menangani persoalan tersebut secara serius,” ujar Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria di Jakarta, Sabtu (8/2/2025).

Mafirion mencatat bahwa pada periode 2019-2023, terdapat 101 orang mengalami luka-luka, 204 orang ditangkap, dan 64 orang mengalami trauma psikologis akibat dampak proyek strategis nasional. Rata-rata korban adalah masyarakat yang merasa dirugikan akibat proyek tersebut. “Protes mereka disambut dengan kekerasan fisik dan intimidasi. Apakah pembangunan harus dilakukan dengan cara seperti ini?” tanya politisi Fraksi PKB ini.

Menurut Mafirion, dugaan pelanggaran HAM dalam proyek strategis nasional banyak dilakukan oleh oknum aparat. Ia mencatat ada keterlibatan 36 anggota kepolisian, 48 anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan 30 pejabat pemerintah daerah dalam berbagai kasus pelanggaran HAM terkait proyek nasional.

Kasus di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, menjadi contoh nyata. Penggusuran paksa terhadap 7.500 warga dilakukan karena mereka menolak meninggalkan tempat tinggalnya. Akibatnya, warga terpaksa meninggalkan komunitas dan akar sosial budayanya.

“Sayangnya, kasus ini tidak mendapat perhatian serius dari Kementerian HAM. Padahal, seharusnya kementerian berperan aktif dalam melindungi hak-hak masyarakat Rempang,” tegas Mafirion.

Berdasarkan ketentuan PBB, penggusuran paksa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat karena melanggar hak atas perumahan yang layak, makanan, air, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, kebebasan bergerak, dan keamanan.

“Kita harus membayangkan bagaimana rasanya jika kampung tempat tinggal kita selama bertahun-tahun tiba-tiba digusur paksa. Apakah itu bisa diterima dengan akal sehat?” lanjutnya.

Mafirion mendesak Kementerian HAM untuk turun tangan sebagai penengah dalam konflik ini. Ia meminta Menteri HAM mengunjungi Pulau Rempang, bertemu langsung dengan masyarakat, dan mendengar keluhan mereka. “Pak Menteri harus kembali pada jati diri sebagai pejuang HAM dan memastikan bahwa pembangunan dilakukan demi kesejahteraan rakyat, bukan atas penderitaan mereka,” pungkasnya.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini