TajukPolitik – Keputusan pemerintah dalam menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) menuai penolakan keras dari masyarakat luas. Bahkan gelombang demo di berbagai daerah di Indonesia pun tak terhindarkan.
Aksi demo tersebut berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, buruh hingga driver ojek online (ojol). Mereka turun ke jalan sebagai aksi protes atas kebijakan pemerintah yang dinilai tak mementingkan kepentingan rakyat.
Kenaikan harga BBM subsidi dinilai sangat membebani rakyat kecil, terlebih bantuan langsung tunai (BLT) BBM yang digembar-gemborkan pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat tak sebanding dengan dampak dari kenaikan bahan bakar.
Seperti diketahui, pada tanggal 3 September 2022, harga Pertalite resmi naik menjadi Rp10.000/liter dari sebelumnya Rp7.650/liter, sedangkan Solar naik menjadi Rp6.800/liter dari sebelumnya Rp5.150/liter, sementara Pertamax naik menjadi Rp14.500/liter dari sebelumnya Rp12.500/liter.
Harga BBM Tak Akan Turun
Melihat fenomena tersebut, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai jika aksi demo besar-besaran tersebut akan sia-sia dan tak berpengaruh pada harga BBM.
“Saya kira (demo) tidak akan terpengaruh, memang ada demo sana sini tapi itu tidak mungkin mempengaruhi urusan Jokowi untuk mengembalikan harga BBM ke semula,” ujar Fahmy Radhy kepada Sariagri melalui sambungan telepon, Kamis malam (15/9/2022).
Terlebih menurutnya, aksi demonstrasi tersebut tidak didukung oleh partai politik, sehingga sangat sulit jika tuntutan para pengunjuk rasa tersebut dikabulkan.
“Demo kalau tidak didukung partai politik tidak akan berpengaruh. Apalagi kalau semua partai itu dukung Jokowi, sedangkan yang kontra hanya Demokrat dan PKS,” pungkasnya.
“Oleh karena itu keputusan pemerintah yang sudah diambil sulit untuk dikoreksi, apalagi kalau misalnya dikoreksi, itu beban subsidi kan sudah terlalu berat, maka sepertinya menurut saya impossible, sangat tidak mungkin harga BBM turun,” imbuhnya.
Menaikkan Harga BBM Keputusan Salah?
Di sisi lain, Fahmy menyayangkan sikap pemerintah yang tetap ‘ngotot’ menaikan harga BBM. Dirinya menilai hal tersebut sangat tidak tepat.
“Keputusan menaikan BBM menurut saya salah, karena masih ada opsi pembatasan. Presiden Jokowi kan mengumumkan ada 70 persen Pertalite salah sasaran. Nah, kenapa yang itu tidak diselamatkan,” pungkasnya.
Menurutnya, pemerintah seharusnya melakukan pembatasan, di mana yang boleh menggunakan Pertalite hanya untuk sepeda motor dan angkutan, selebihnya harus migrasi ke Pertamax.
“Mestinya pembatasan dulu, kalau sudah mentok baru dinaikan harganya. Dari dulu kondisinya seperti sekarang, cari kebijakan menaikan harga dan bebankan pada rakyat. Lagi-lagi, rakyat jadi korban atas kemalasan pemerintah,” ungkap Fahmy.