Rabu, 5 Februari, 2025

Adies Kadir: Restorative Justice Solusi Mengatasi Over-Kapasitas di Lapas

TajukNasional Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menyoroti persoalan over-kapasitas yang terus membebani lembaga pemasyarakatan (lapas), terutama akibat tingginya jumlah narapidana kasus narkoba. Menurutnya, situasi ini menuntut pendekatan yang lebih inovatif dan humanis, salah satunya dengan penerapan restorative justice.

“Masalah over-kapasitas di lapas sudah menjadi beban berat bagi sistem pemasyarakatan. Diperlukan koordinasi yang lebih baik antar-aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim untuk mencari solusi yang efektif. Rehabilitasi bagi pengguna narkoba dan penyederhanaan proses hukum untuk pelanggaran ringan bisa menjadi bagian dari strategi ini,” ujar Adies di Jakarta, Senin (6/1).

Adies mengusulkan hukuman kerja sosial sebagai alternatif bagi pelaku kejahatan ringan, termasuk pengguna narkoba. Menurutnya, pendekatan ini dapat mengurangi tekanan terhadap kapasitas lapas sekaligus memberikan dampak positif bagi pelaku dan masyarakat.

“Melalui kerja sosial, pelaku kejahatan dapat memahami tanggung jawab sosial, memperbaiki diri, dan berkontribusi langsung pada masyarakat. Ini adalah langkah nyata dalam memperbarui sistem peradilan kita agar lebih efisien dan berfokus pada rehabilitasi,” kata politisi Fraksi Partai Golkar tersebut.

Adies juga mendorong penerapan restorative justice secara luas, khususnya untuk menangani kasus-kasus ringan. Konsep ini bertujuan memperbaiki hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat melalui dialog, tanpa harus menggunakan hukuman formal yang kerap membawa dampak negatif.

“Restorative justice menekankan pemulihan dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Namun, di Indonesia, penerapannya masih bersifat sektoral dan bergantung pada kebijakan masing-masing institusi penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, atau pengadilan. Akibatnya, pendekatan ini belum terintegrasi secara menyeluruh,” jelasnya.

Adies menekankan perlunya regulasi nasional yang mengatur restorative justice secara komprehensif. Regulasi ini, menurutnya, harus mencakup kriteria, mekanisme, dan pengawasan yang jelas agar penerapannya adil dan konsisten di seluruh tingkatan peradilan.

“Selama ini, pendekatan restorative justice hanya diatur melalui pedoman internal lembaga penegak hukum, seperti Surat Edaran Kapolri atau Peraturan Jaksa Agung. Hal ini menciptakan ketidakpastian hukum dan membuka ruang untuk potensi penyalahgunaan,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa regulasi yang terintegrasi tidak hanya akan memberikan kepastian hukum, tetapi juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. “Dengan regulasi yang kuat, kita dapat memastikan restorative justice menjadi solusi nyata dalam mengurangi over-kapasitas di lapas, sekaligus memperkuat keadilan di masyarakat,” pungkas Adies.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini