TajukNasional Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan akan membacakan putusan terkait uji materi Pasal 222 Undang-Undang Pemilu pada Kamis, 2 Januari 2025.
Pasal ini mengatur ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold, yang selama ini mensyaratkan partai politik atau gabungan partai politik memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah secara nasional dalam pemilu legislatif sebelumnya untuk mengusung pasangan calon.
Permohonan judicial review ini diajukan oleh Titi Anggraini dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Titi berpendapat bahwa aturan tersebut perlu diubah agar setiap partai politik yang memiliki kursi di parlemen dapat mengusulkan calon presiden dan wakil presidennya sendiri.
Ia juga mengusulkan agar partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki kursi di parlemen diberikan angka ambang batas khusus untuk dapat ikut serta dalam pencalonan.
Langkah Titi mendapatkan perhatian luas, termasuk dari Mardani Ali Sera, anggota Komisi II DPR RI sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Melalui akun media sosialnya, Mardani menyebut bahwa judicial review ini memiliki peluang besar untuk dikabulkan MK.
“Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait JR ini bisa berdampak pada mudahnya kompetisi menuju Pilpres 2029,” kata Mardani pada Senin (30/12).
Ia menilai bahwa jika uji materi ini diterima, dominasi koalisi besar akan berkurang dan proses pencalonan menjadi lebih inklusif.
Judicial review ini diharapkan membawa perubahan signifikan dalam proses demokrasi di Indonesia, khususnya terkait pencalonan presiden dan wakil presiden.
Keputusan MK nantinya akan menjadi momen penting yang berpotensi membuka ruang kompetisi politik lebih luas menuju Pilpres 2029.